Pengumuman Pemenang Kompetisi KAMIS!

Hello, Alterrans!

Akhirnya berakhir juga kompetisi KAMIS kali ini. Terima kasih kepada 24 peserta yang telah berpartisipasi. Setelah menimbang dengan cukup berat, akhirnya panitia pun berhasil mendapatkan 3 pemenang dengan tulisan terbaik.

 

Siapa sajakah ketiga pemenang tersebut?

 

Apakah kamu salah satu diantaranya?

 

*Drum roll please* 

 

 

Selamat ya kepada para pemenang yang berhak mendapatkan hadiah dari KAMIS. Untuk yang belum menang, tenang saja masih akan banyak kompetisi menulis lainnya. Sambil menunggu, Alterrans juga masih bisa menjadi kontributor dengan mengirimkan tulisan ke [email protected].

 

Sekali lagi, selamat kepada para pemenang! 

I Know You, But You Don’t Know Me. You Know Me, But I Don’t Know You

Kutuliskan kenangan tentang caraku menemukan dirimu..

Well, gue bukan mau menulis puisi ataupun diary, bukan juga menulis lirik lagu ataupun surat cinta. Gue hanya ingin bercerita atau bisa dibilang berbagi pengalaman apa yang gue rasa. Sebenarnya dari kalimat di awal tadi juga akan menghubungkan apa yang gue tulis di sini.

You know what? It means, seperti gue mendapatkan momen bagaimana bisa berada di Alterra. Sederhananya gini, gue mau berbagi bagaimana gue bisa menemukan Alterra, mendarat di Alterra, yang paling pas emang ikutan kompetisi KAMIS dengan tema “Life at Alterra”. Nah, kan!

Alterra, previously known as Sepulsa. A start up? A company? nope. I think it is more like a big family inside.

Yes, kalian tahu berapa total karyawan di Alterra (termasuk GADA) hingga detik ini? Gue juga gak tahu haha.

Yang pasti, yang gue tahu saat All Minds terakhir pada Oktober 2019 lalu, diinformasikan oleh our beloved ibu Peri alias Ibu Puspa, keluarga kita sudah mencapai sekitar 500 karyawan. Yup, 500 karyawan. Dalam waktu lima tahun (and still counting). Dari pengalaman gue yang seorang pemula/amatir, terutama dalam belajar soal bisnis, sebuah perusahaan bisa memiliki karyawan hingga 500 orang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa.

Thank you to our co-founders, Mas Ananto dan Mas JJoe, kalian leaders yang luar biasa!

Nah, sekarang gue bertanya pada kalian yang sedang membaca artikel ini:

Apakah kalian mengenal semua karyawan yang ada di Alterra?

Apakah kalian minimal mengetahui paling sedikit 100 nama (karyawan) di Alterra?

Apakah kalian mengenal tetangga kalian yang dekat ruang kerja kalian?

Gue yakin tidak semua dari kalian menjawab “Iya!” dari pertanyaan di atas.

Pernah nggak sih kalian berpapasan atau bertemu rekan kerja di Alterra yang berbeda divisi dan saling sapa “mas!” “mba!” tapi kalian bertanya-tanya “dia siapa ya?” “dia bagian apa ya kerjanya?” atau “dia di divisi mana ya?”. Padahal, nggak satu atau dua kali bertemu dengan orang tersebut. Kalau kalian merasakan hal tersebut di atas, seperti apa yang gue bilang, I will say: ME TOO!

Well, gue adalah new joiner yang baru berusia 7 bulan. Kalau diibaratin bayi, lagi unyu-unyunya tuh, hehe.

Workplace gue di kantor Setiabudi Tengah, Jakarta. Known as Pajero. The real name is Fajri Ro. Itulah sebabnya kenapa dipanggil Pajero. *peace!

Pastinya setiap hari, gue sering berpapasan dengan Alterrans. Well, of course kita saling sapa dong. Alterra is the best workplace in Indonesia, guys! 

Culture kita, attitude kita, dan pekerjaan kita di Alterra, membuat kita menjadi lebih baik. Gue yakin dan percaya itu. Jujur, selama pengalaman gue bekerja selama 8 tahun. Alterra is still the best regarding office culture.

Nah ketika gue berpapasan dengan Alterrans yang nggak gue kenal, selalu terbesit pertanyaan di dalam otak gue “dia bagian apa ya?”, “Dia namanya siapa ya?”. Emang sih, kan udah kenalan di awal gabung dan kenapa nggak tanya aja langsung ke orangnya biar nggak penasaran. Well, gue rasa semua ingin melakukan itu. But we don’t do that until now. CMIIW.

Life at Alterra: Living with a lot of members. I know you, but you don’t know me. You know me, but I don’t know you.

Bener gak sih? Kalau bener, boleh dong komentar di bawah. 🙂

Pekerjaan gue salah satunya memberikan gue kesempatan untuk mengenal lebih banyak Alterrans. Tapi, gue yakin ini berlaku bagi semuanya. Di mana kita saling berinteraksi dengan Alterrans lain yang beda divisi, tapi kita gak pernah tau mukanya tuh yang seperti apa ya, atau orangnya seperti apa ya.

Kita saling berkomunikasi dengan baik walau terkadang nggak semua selalu atau melakukan video call via Zoom. Saat meeting biasanya baru kita tahu tuh, “Oooh itu yang namanya anu..”. Bener nggak nih, guys?

Beraneka ragam karakter dari setiap Alterrans, membuat kita tentunya belajar juga bagaimana cara beradaptasi dengan orang yang berbeda-beda. Termasuk bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan yang lain. Menurut gue, segala sesuatu hal yang positif selalu didukung oleh Alterra (thank you to Ibu Peri dan HR team!).

Kehidupan di Alterra menurut gue juga nggak monoton, seperti halnya musim yang selalu berubah (mulai dari event, komunikasi, inovasi) dan seperti halnya jam dinding yang selalu berputar dan melewati angka yang sama (pekerjaan yang perlu komitmen dan juga konsisten).

Alterra merupakan perusahaan seperti halnya buku yang sudah tertulis beberapa halaman oleh tinta emas yang mengagumkan. Well, mari kita buat buku itu menjadi buku yang luar biasa dan bermanfaat bagi orang banyak. Finally now, it’s our time to make a history!

Kerja Serius Tapi Santuy

Mungkin tidak sedikit orang yang bertanya siapa sih programmer? Apa yang biasanya dikerjakan oleh programmer? Apakah seorang programmer memang benar-benar menghabiskan waktunya di depan komputer? Kalau iya, berarti programmer itu tidak sejalan dengan gaya hidup anak zaman sekarang yang suka berbaur di kedai kopi sambil bicara masa depan atau berlibur ke alam sambil menikmati keindahannya dengan mata telanjang. Karena mungkin programmer hanya berteman dengan komputer yang selalu diajaknya berkomunikasi melalui kode-kode yang mungkin isinya pesan cinta? Maaf sedikit menyimpang haha. Baiklah sebelum saya menceritakan opini terhadap rasa penasaran tersebut, saya akan sedikit berbagi tentang apa yang saya rasakan saat awal mengenal kehidupan tersebut.

Dulu saya sempat dilanda keraguan apakah yang saya geluti ini sudah benar dan sesuai dengan apa yang saya harapkan atau tidak. Karena sebelumnya saya belum pernah mengenal dan masih cukup gagap akan hal-hal berbau teknologi, sedangkan saya berharap apa yang saya tekuni bisa bernilai tanpa harus mengorbankan kebahagiaan-kebahagiaan yang lain. Pada saat itu saya masih berada di tahap awal belajar dan memang terasa cukup melelahkan karena harus memaksa diri untuk bisa betah di depan komputer demi menyelesaikan rangkaian kode yang harus bisa berjalan sesuai harapan.

Memang lama kelamaan saya terbiasa dengan hal tersebut karena sudah menjadi rutinitas. Namun keraguan itu muncul lagi setelah mendengar beberapa pertanyaan yang tidak jarang saya dapat dari kawan-kawan dekat seperti, “Apakah kamu tidak jenuh seharian menatap kode-kode rahasia di layar laptopmu ini? Apakah kamu tidak takut dengan pola hidup begadang hingga larut malam dan bangun kesiangan? Apakah hal seperti ini akan kamu lakukan hingga masa tua nanti?”

Ya, tentu saja pertanyaan itu membuat saya berpikir dua, tiga, empat atau bahkan beberapa kali. Apakah pilihan menjadi seorang programmer akan merenggut banyak hal dari kehidupan yang sangat luas ini? Tidakkah saya menjadikan hidup ini agar bermakna bagi diri maupun orang lain, dan juga pastinya untuk meningkatkan ibadah kepada sang Pencipta karena esensi hidup yang sebenarnya ya untuk mendapat keberkahan dan keridhoan dari Yang Maha Kuasa terhadap apa saja yang telah saya kerjakan. Hingga pada akhirnya saya terjun langsung menjadi seorang programmer dan pertanyaan itu masih terngiang di ingatan saya.

Sepulsa yang sekarang berganti nama menjadi Alterra merupakan perusahaan di mana untuk pertama kalinya saya mengaplikasikan apa yang sudah saya pelajari sebelumnya. Selama di sini saya merasakan sesuatu yang berbeda dari apa yang saya pikirkan sebelumnya. Keraguan saya mulai perlahan hilang, karena yang dipikirkan sebelumnya ternyata tidaklah seperti itu. Di sini para programmer atau engineer memiliki waktu luang yang cukup untuk melakukan hal lain di luar pekerjaannya.

Mulai dari jam kerjanya yang cukup fleksibel tidak sekaku pegawai pemerintahan yang bekerja sesuai jam masuk yang telah ditentukan. Bahkan tersedia jatah untuk bekerja secara remote tiap minggunya tanpa harus ke kantor. Pakaian ke kantor pun diberikan kebebasan asal sopan, sehingga kita bekerja terasa lebih santai dan tidak kaku. Programmer yang saya pikir hanya akan berkutat di depan komputer itu ternyata tidak benar, kita justru dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan siapapun. Bahkan kantor menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang peningkatan skill di luar IT seperti komunikasi, jasmani, dan lainnya lagi.

(Foto: Dok. Alterra)

Kembali ke pertanyaan paling penting bagi saya “Apakah kamu tidak jenuh?” Sekarang saya berani menjawab tidak! Bergelut di lingkungan seperti ini bukan hanya bicara soal menulis kode kemudian bisa jalan, tapi utamanya yakni bagaimana kita menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dengan solusi yang tepat dan mudah diterima. Tidak ada istilah meniadakan permasalahan karena permasalahan pasti selalu muncul dan tugas kita adalah menjawabnya.

Dari proses menjawab permasalahan-permasalahan tersebut kita belajar banyak hal tergantung di mana konteks permasalahan yang sedang kita selesaikan. Dan dari sana kita akan berinteraksi dengan banyak orang, dari berbagai macam karakter sehingga lingkup komunikasi kita akan sangat luas tidak hanya sebatas dengan komputer. Jadi tidak ada alasan untuk menetapkan bahwa peran ini menjenuhkan, semua itu tergantung pada diri masing-masing apakah peran ini cocok dengan diri kalian.

Setelah saya menjalani dan merenungi apa yang sedang saya tekuni, saya memutuskan untuk mulai berusaha menjadi “programmer santuy” versi saya yaitu programmer yang tidak harus begadang hingga larut malam untuk menyelesaikan pekerjaannya, karena lebih baik tidur diawal malam dan bangun dini harinya, programmer yang tidak lupa beribadah kepada sang Pencipta agar tetap terjaga di koridor yang seharusnya dan memperoleh keridhoan agar setiap yang dikerjakan bermanfaat dan bernilai. Programmer yang tidak lupa untuk menikmati kebahagiaan-kebahagiaan lainnya.

Intinya harus mulai hijrah untuk menjadi programmer yang lebih baik agar hidup ini tidak hanya sebatas coding dan coding tetapi juga diiringi dengan aktivitas yang menambah ukuran dari seberapa bermanfaat kita terhadap orang lain dan seberapa erat kita berhubungan dengan Sang Pencipta.

Antara Komunitas & Pekerjaan: untuk Software Engineering yang Lebih Mudah

Sebagai seorang Software Developer, pernah nggak, kamu merasa stuck lalu menemukan jawabannya di stackoverflow? Atau, kamu pengen tau sesuatu dan ternyata ada yang share pengetahuannya di meet up atau grup Telegram komunitas?

Kalau pernah, selamat! Artinya, kamu sudah merasakan manfaat dari komunitas. Nah, di tulisan ini, aku juga akan share pandanganku tentang open knowledge.

Sebagai anggota dari Tim System Architect di Alterra, bagiku menyenangkan sekali rasanya bisa mendapat tantangan untuk memelajari berbagai jenis software dan metode supaya dapat diimplementasi secara optimal. Namun, di satu sisi, aku juga pernah merasa stuck pada sebuah masalah, nggak paham dengan konsep baru, sehingga aku perlu melihat tren terutama terkait solusi apa yang kira-kira bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Aku sampai berpikir: apakah mungkin kita bisa mengetahui banyak hal dalam waktu yang singkat? Wah, mungkin itu bakal bikin stres kalau dipelajari sendirian.

Namun, satu hal yang aku sadari, aku nggak sendirian, banyak juga orang yang mungkin mengalami hal serupa. Ada yang sedang menghadapi masalah, ada yang sudah menyelesaikannya, atau ada juga yang baru saja mengalami suatu masalah. Nah, mereka semua belajar bersama di komunitas, dan komunitas itu banyak!

Memang, apa sih yang didapat kalau kita aktif di komunitas?

Pernahkah kamu bertanya, kenapa bisa dunia teknologi berkembang secepat ini? Salah satu yang memungkinkan percepatan ini adalah karena adanya Open Source Initiative.

Biasanya, sebuah inisiatif dimulai dari seseorang yang mencoba membuat sebuah software yang menurutnya bermanfaat dan kemudian, ia membagikannya kepada sebuah komunitas. Nah, setelah itu, anggota komunitas yang tertarik dengan visi software tersebut biasanya akan mengajak diskusi, bertukar pikiran, bahkan ikut bekontribusi code untuk software tersebut.

Anggota lain yang baru belajar pun bisa melihat bagaimana developer lain membuat code yang rapi, efisien, dan mantainable. Begitu juga untuk anggota lain dari komunitas tersebut yang tidak terlalu tertarik untuk ikut ngoding namun suka dengan visi software tersebut. Mereka bisa turut berperan dengan cara membuatkan dokumentasi maupun translasi agar semakin banyak yang paham cara menggunakan dan cara berkontribusi ke software project tersebut.

Dari proses tersebut, pada akhirnya kita bisa menemukan software terkait dan sangat bermanfaat untuk diterapkan di Alterra supaya bisa meningkatkan produktivitas. Dari sana jugalah, bisa terbentuk sebuah inisiatif turunan yaitu Open Knowledge. Melalui inisiatif ini, kita dapat berbagi pengetahuan agar lebih bermanfaat bagi banyak orang yang memang membutuhkan.

Aktif di komunitas merupakan salah kegiatan volunteer yang bisa memberikan dampak besar. Jika memang kontribusi pengembangan open source itu dirasa sulit, maka kita bisa memulai dulu dengan aktif di lokal komunitas seperti forum Facebook maupun grup Telegram.

Mungkin, kamu tidak akan mendapatkan benefit dalam bentuk materi. Tetapi, kamu jelas akan mendapatkan networking yang luas dan nilainya bisa melebihi uang. Hal inilah yang selalu aku tekankan pada setiap kegiatan meet up, workshop, hingga konferensi.

Materi yang di bahas dalam tiap jenis kegiatan tersebut memang penting, tapi yang paling penting adalah bagaimana kamu bisa kenal dengan pembawa materi, peserta, bahkan penyelenggara. Bisa jadi kan, ke depannya, kamu bisa ikut diskusi tentang sebuah best practice atau bahkan ada sebuah kesempatan kolaborasi yang tak terduga setelah pertemuan atau networking ini.

Selain itu, pekerjaanmu di kantor juga bisa jadi lebih mudah karena kamu telah mendapat informasi best practice, tools atau ilmu tentang metode yang berhasil digunakan orang lain di tempatnya sendiri.

Diam Itu Emas, Namun Berbicara yang Baik Adalah Berlian!

Ya, demikianlah kata sebuah pepatah. Di dalam komunitas, aku sendiri ‘berperan’ sebagai silent reader. Harus diakui, sejauh yang aku perhatikan, banyak sekali anggota dari sebuah komunitas yang juga silent reader. Dengan menjadi silent reader, sebenarnya teman-teman sudah mendapat benefit berupa ilmu dari yang penanya dan yang menjawab. Tetapi, coba bayangkan jika di stackoverflow tidak ada lagi yang mau menjawab persoalan yang baru, atau tidak ada lagi yang mau submit bug issues di github.

Pada dasarnya, komunitas adalah kelompok yang perlu saling berinteraksi. Sebuah komunitas tidak akan sehat apabila tidak ada interaksi di dalamnya. Bagaimana jadinya jika yang biasa menjawab pertanyaan atau yang biasa berbagi ilmu tiba tiba banyak yang menghilang ditelan bumi? Kamu dan banyak lainnya bisa saja melanjutkannya tapi tidak terbiasa melakukannya.

Regenerasi itu penting. Seorang expert adalah orang yang bisa menjelaskan konsep rumit dengan cara yang sederhana. Tapi seorang expert suatu saat pasti juga akan pensiun. Jika kita tidak bersiap untuk menjadi bagian dari regenerasi itu, maka kita akan selalu menjadi mediocre. Sebaliknya, kalau siap, mungkin besok kamu adalah yang memegang kunci ke mana sebuah teknologi akan bergerak!

Bukan Linus, bukan Guido, bukan Evan You, bukan Yann LeCun, tapi kamu. Maka, ayo turut berkontribusi dengan cara speak up! 😀

Epilog Kegagalan

Demikian kalimat yang terlontar dari mulut Napoleon Bonaparte, menanggapi keraguan seorang jenderal atas rencananya yang dianggap tidak mungkin. Sejarah membuktikan bagaimana Napoleon berhasil mengukir sejarah sebagai manusia terkemuka di dunia dengan segala pencapaiannya. “Pencapaian” yang oleh orang lain dianggap tidak mungkin.

Kita memang sering mengatakan tidak mungkin, ketika menghadapi sebuah masalah yang berat. Bahkan menganggapnya sebagai masalah yang terlalu berat. Anggapan semacam itu ternyata salah besar. Keliru jika sebelum melakukan sesuatu sudah beranggapan hal itu berat, tidak mungkin dan sejenisnya. Pikiran itu hanya ada dalam kepala manusia yang bodoh, bukan di dalam kepala kita, manusia optimis.

Sebetulnya sebuah hal bukan tidak mungkin, tapi hanya sikap kita yang pesimis itulah yang membuat kita gagal. Pesimis itu membuat kita menjadi penakut menghadapi masalah-masalah di kehidupan, padahal masalah adalah bagian dari hidup. Hanya ada satu hal yang tidak mungkin, yaitu tidak mungkin hidup tanpa masalah. Kita harus berani menghadapi masalah dan menganggapnya sebagai sebuah tantangan, yang akan mengubah hidup kita menjadi lebih baik.

 

Sejarah mencatat manusia-manusia hebat yang tidak pernah menyerah terhadap masalah, dan selalu optimis dalam menghadapi masalah. Keberanian untuk keluar dari comfort zone dan menjalani “suffering zone.” Selama saya menjalani beberapa tahun kehidupan saya, bekerja di Alterra telah mengubah saya menjadi orang yang berbeda dan menemukan kehidupan baru yang lebih teruji dan lebih berarti. Bagi saya, ukuran sukses itu bukanlah jumlah uang, tapi bagaimana bisa mengubah hari ini menjadi lebih baik dari hari kemarin.

Memang apa yang saya capai tidaklah berarti dibandingkan dengan orang-orang sukses yang ada di Alterra, yang berhasil mencapai pencapaian, status, dan kontribusi yang besar untuk perusahaan. Saya menghargai usaha mereka, karena mereka pun pasti berjuang dengan susah payah dengan berbagai macam cara untuk semua itu, bukan karena “jatuh dari langit.”

Oleh karena itu saya tidak pernah iri hati dengan orang-orang sukses tersebut. Justru senang melihat, mendengar, dan mempelajari bagaimana orang-orang itu menghadapi segala  masalah yang terjadi sehari-hari dan mengubahnya menjadi tantangan menuju kesuksesan dalam karier mereka.

Saya adalah manusia biasa, saya juga mempunyai keinginan dan ambisi. Tapi saya harus realistis, saya harus bisa membedakan antara “what i want” atau “what i need.” Apa yang saya inginkan dan apa yang saya butuhkan, bukan hanya semata mata karena ego dan keinginan saya.

Kalo saya mengikuti semua itu, bisa-bisa saya kehilangan trust yang sudah saya bangun dalam beberapa tahun karier saya yang singkat ini, karena mungkin saya bisa kehilangan self control yang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan dan ambisi saya tersebut.

Harapan saya, semoga tulisan singkat saya ini dapat menjadi inspirasi bagi setiap benih-benih muda di Alterra dalam memperoleh kehidupan yang lebih baik selama bekerja di perusahaan ini. Dengan perjuangan penuh optimisme, pada saatnya benih-benih muda tersebut juga pasti dapat menikmati keindahan sebuah kehidupan melalui perusahaan yang saya cintai, Alterra….

Alterra untuk masa depan, sukses!

“Gue Nggak Mau Coaching!”

Apa yang terlintas pertama kali di pikiran kamu saat mendengar kata coaching? Nah, mungkin beberapa asumsi berikut ini akan terasa familiar:

“Wadidaw, gue bakal dikeramasin nih :(“

“Gue harus siap-siap nih biar bisa survive dari hari itu.”

“Kehidupan gue bahagia dan performance gue juga baik-baik saja, kok. Gue gak mau coaching!”

Buat kebanyakan orang, coaching itu terdengar sangat menyeramkan. Ada juga yang bahkan langsung merasa terintimidasi saat baru mendengar kata itu.

Saya pernah melemparkan pertanyaan di suatu forum tentang kesan pertama saat orang mendengar kata coaching dan YES: 90% mengatakan INTIMIDATING adalah kesan pertama yang terlintas. Sementara sisanya menjawab jika coaching itu adalah aktivitas yang dapat membantu mereka dalam berbagai bidang kehidupan.


Pergeseran Makna Coaching

Coaching jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya adalah pelatihan atau pembinaan. Menurut KBBI Online yang diterbitkan oleh Kemendikbud, kata “pelatihan” yang sesuai dengan konteks coaching merupakan kata turunan dari kata dasar “latih” yang memiliki arti:

“Pelatihan (n) 1. proses, cara, perbuatan melatih; kegiatan atau pekerjaan melatih: ~ yang diberikan belum cukup; di bidang industri, perusahaan itu sudah mulai melakukan ~ sendiri.”

Ya, itulah sebabnya, mengapa kebanyakan dari orang Indonesia kurang tepat dalam mengartikan apa itu coaching. Sebab, makna katanya bergeser atau menyempit dari makna kata asalnya. Dalam Linguistik, setahu saya, situasi ini dikenal dengan istilah peyorasi atau penyempitan makna dan penyebabnya pun beragam.  

Nah, dalam bahasa Inggris, Sir John Whitmore yang memang seorang ahli sekaligus pioneer dalam industri coaching mengungkap bahwa makna coaching adalah:

“Coaching is unlocking a person’s potential to maximise their own performance. It is helping them to learn rather than teaching them.”

Dalam bahasa yang lebih sederhana, coaching itu aktivitas mengantarkan dari titik A ke titik B. Apa sih yang diantarkan? Macam-macam: bisa tujuan, solusi, cara atau pun hal lain misalnya berbagai pilihan dalam melakukan sesuatu.

Coaching bisa diibaratkan merupakan aktivitas mengurai benang kusut pemikiran yang ada di kepala coachee menjadi sekumpulan pilihan atau action plan

Kemudian, coachee akan mendapatkan manfaatnya setelah sesi coaching selesai dengan melihat kembali kemudian menjalankan setiap action plan yang sudah ada.


Bedanya Coaching dengan Kata atau Istilah Sejenisnya

Kadang-kadang, orang memaknai coaching sebagai hal yang tumpang tindih dengan mentoring, consulting hingga counseling. Maka dari itu, untuk lebih mudah bagi kita memahami perbedaan antara coaching, counseling, counseling, hingga mentoring, yuk tengok gambar di bawah ini:

Perbedaan antara Coaching, Counseling, Consulting, dan Mentoring

Metode utama yang digunakan dalam coaching adalah bertanya. 

Iya, benar, “hanya” bertanya. Tapi, yang penting dan perlu menjadi catatan di sini adalah: bertanya atau pertanyaan seperti apakah yang harus dilontarkan agar coachee bisa menuju ke titik B atau mencapai goal yang sudah disepakati di awal? 🙂

Dalam sesi coaching, hanya ada 2 orang yang berperan, yaitu coach dan coachee.

Posisi duduk yang ideal ketika coaching adalah bersebelahan atau bersamping-sampingan antara coach dan coachee. Sebab, jika posisi duduknya berhadapan, dikhawatirkan coachee akan merasa terintimidasi oleh coach.

Di sini, coach akan berperan sebagai alter ego dari coachee. Jadi, apapun yang dikatakan oleh coachee akan diambil “saripatinya” oleh coach.

Lalu, apa hasilnya?

Nah, hasil dari sesi coaching tentu berbeda-beda pada setiap subjek. Namun yang pasti, sifatnya rahasia atau confidential. Hasil hanya boleh diketahui oleh coach dan coachee. Boleh saja dibagikan atau diketahui pihak lain, namun tentunya hanya apabila ada izin dari coachee. 


Kapan Kamu Membutuhkan Coaching?

Jawabannya sederhana: saat kamu merasa atau berpikir bahwa kamu mempunyai capability alias kemampuan tapi bingung harus memulai dari mana dan bagaimana. Nah, saat itulah kamu membutuhkan coaching.


From Zero to Hero

Sebagai salah satu leader di Alterra saya mendapatkan ‘kemewahan’ untuk belajar menjadi The Next Coach. Saat kesempatan ini datang, saya tentunya tidak menyia-nyiakannya. 

Salah satu ‘wasiat’ dari CEO Alterra terkait hal ini adalah menjadikan coaching sebagai kultur di lingkungan perusahaan, minimal di level teamMungkin, coaching ini sekilas terlihat sederhana, tinggal dijalankan, kemudian tim mau mengikuti karena manfaatnya besar. Oh tapi, tidak semudah itu myluv! 

Sebab, seperti yang saya sudah paparkan di awal, coaching sendiri sebagai istilah sudah bergeser maknanya, sehingga membuat orang jadi menjaga jarak dengan coaching. 

Okelah, karena saya pikir “gue anaknya tough nih”, maka saya harus cari cara agar coaching ini beneran bisa jadi kultur di Alterra, akhirnya saya membuat formula ini:


Build Awereness

Jangan pernah bosan berbagi tentang apa itu coaching. Sampaikan dalam bahasa yang sangat sederhana sehingga orang akan mudah menerima dan memahami. Di sini, pasti ada satu atau dua orang yang penasaran untuk mencoba. Maka, jangan sia-siakan kesempatan ini!

Create Success Story

Mintalah testimoni dari coachee akan manfaat sesi coaching yang telah dilakukan. Jika coachee berkenan, coachee juga dapat menceritakan pengalaman coaching-nya di depan forum. Cause, word of mouth always works!  

Nah, dengan adanya sharing pengalaman ini, seharusnya akan semakin banyak yang akan tertarik untuk mengikuti sesi coaching yang kamu buka.

Make A Time

Saya pribadi menyediakan jadwal khusus selama 1 jam setiap minggunya untuk sesi coaching. Kamu bisa juga melakukannya. Namun, pastikan semua orang tahu jadwal tersebut. Sebagai tips, kamu juga bisa kasih nama jadwal yang kece biar orang gampang ingat.

Dengan adanya jadwal coaching yang jelas, team member akan mudah saat mereka ingin melakukan coaching, bertanya tentang manfaatnya, hingga kemudian mengambil manfaat dari sesi itu.

Persistence

Yang terakhir ini penting banget sih. Kamu juga mesti persistence alias gigih dalam menjalankan coaching. Dengan begitu, niscaya reputasi kamu juga akan terbangun sendirinya. Coachee pastinya akan mendapatkan manfaat dari sesi coaching, begitu juga dengan kamu sebagai coach-nya. 

Pengalaman saya, beberapa manfaat yang saya dapatkan sebagai coach di antaranya adalah:

  • Saya bisa menjadi pendengar yang baik. Yes, sebagai coach tentunya kita harus belajar menjadi pendengar yang baik agar sesinya menjadi berkualitas. 
  • Saya bisa melatih empati dan juga menjadi pribadi yang open minded. Saya bisa melihat permasalahan dari sudut pandang coachee. 
  • Sebagai seorang coach, saya juga berlatih agar bisa menjaga fokus terhadap goal yang ingin dicapai dalam satu sesi coaching.
  • Yang terakhir, menjadi coach juga membuat saya bisa membuat daftar rencana yang actionable dan juga terukur.

Jadi sekarang, beneran masih gak mau coaching nih? Hehe. 

Kiat-Kiat Membangun Kebiasaan

Pernah enggak, ingin membangun suatu kebiasaan tetapi susah? Seringkali hanya berjalan beberapa hari lalu malas menghampiri. Akhirnya, kebiasaan yang ingin kita bangun hanyalah mimpi.

Kebiasaan adalah suatu hal yang dikerjakan secara berulang oleh seorang individu. Setiap individu memiliki kemampuan untuk mengubah dari perilaku lama ke perilaku baru dan perilaku buruk ke perilaku baik.  Lalu, bagaimana caranya membangun suatu kebiasaan sehingga dapat meningkatkan kualitas kita? Berikut kiat-kiat untuk membantu dalam membangun kebiasaan:

 

(Foto: Pexels)

1. Menentukan kebiasaan apa yang sesuai untuk diri sendiri

Haruskah bangun lebih pagi? Haruskah olahraga setiap hari? Haruskah makan sayur dan buah-buahan setiap hari? Mungkin kita pernah ingin membangun suatu kebiasaan hanya karena melihat kebiasaan orang lain. Mengubah kebiasaan tetapi tidak memiliki tujuan yang jelas akan membuat kita tidak termotivasi untuk melakukan.

Misalnya, ada orang yang terbiasa bangun lebih awal dari biasanya karena hal tersebut membuatnya lebih produktif. Lalu kita langsung ingin mengubah kebiasaan dengan bangun lebih pagi. Padahal, waktu produktif setiap orang berbeda-beda dan hal ini juga disebabkan karena kita tidak memahami tujuan secara jelas. Jadi, tentukan dulu ya tujuan dari kita mengubah dan melakukan kebiasaan.

 

2. Memulai dari langkah-langkah kecil

Salah satu faktor yang membuat kita malas melakukan kebiasaan karena pada awalnya kita langsung melakukan langkah yang besar. Tentu yang perlu kita ingat bahwa langkah besar diawali dari langkah kecil dulu, loh.

Misalnya, kita ingin rutin lari pagi maka mulailah dengan 30 menit setiap hari atau lari pagi setiap dua atau tiga hari sekali. Kita ingin rajin membaca buku maka mulailah dari 5 sampai 10 halaman setiap harinya. Kita ingin rajin menulis maka mulailah dari satu paragraf.

 

3. Konsisten

Seorang ahli pernah mengatakan bahwa kehidupan manusia dipengaruhi oleh dua pikiran, yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Pikiran sadar memiliki peran sebesar 12%, sedangkan pikiran bahwa sadar memiliki peran sebesar 88%. Di pikiran bawah sadar inilah yang berfungsi pada kebiasaan, perasaan, memori jangka panjang, persepsi, membentuk kepribadian, keyakinan, kreativitas, dan intuisi.

Nah, setelah melakukan langkah-langkah kecil, maka hal yang paling penting adalah konsisten. Konsisten adalah kunci. Semakin sering kita melakukan suatu kebiasaan maka hal tersebut akan terbentuk di pikiran bawah sadar kita.

 

4. Membuat checklist

Banyak hal yang harus dikerjakan setiap hari seringkali membuat kita malah lupa tentang kebiasaan yang ingin dicapai. Nah, karena kita sudah berkomitmen untuk membangun kebiasaan, pasti enggak mau setengah-setengah dong? Solusinya, kita bisa membuat checklist di ponsel. Checklist ini dapat membantu untuk mengingatkan aktivitas atau hal apa yang ingin kita capai.

Nah, itu kiat-kiat membangun suatu kebiasaan. Enggak sulit kan? Suatu saat, kita akan merasa bangga dan bahagia bahwa langkah-langkah kecil yang dilakukan sudah terbentuk menjadi hal yang besar dalam pribadi kita.

Life at Alterra: The Good, The Bad & The Ugly

Retrospective setahun bersama Alterra

(Foto: Dok. Alterra)

Opinions are my own. Setahun bersama Alterra (sebelumnya Sepulsa), tidak sedikit hal yang terjadi. Namun apa yang akan saya tulis tidak akan mungkin mencakup semuanya, akan ada banyak hal yang terlewat. Ini hanyalah sekelumit kisah yang saya alami secara garis besar. Well, tanpa membuang waktu terlalu lama, mari kita mulai.

The Good

All who come leave as family. Suasana kekeluargaan yang sangat terasa saat awal pertama kali masuk hingga saat ini. Bagi saya (karyawan baru saat itu), lingkungan yang seperti Alterra membuat saya merasa diterima dan nyaman.

Ketika bekerja di dalam sebuah tim pun, Alterrans sangat menghargai satu sama lain. Para anggota tidak segan untuk saling mengoreksi tanpa merasa sakit hati. Demikian pula dengan apresiasi dan pujian.

Berbicara tentang apresiasi, Alterra memiliki yang disebut dengan Wall of Praise, tempat di mana kita bisa mengapresiasi sesama Alterrans secara terbuka.

The Bad

Friday I’m in love, sudah menjadi rahasia umum Jumat adalah hari yang paling dinanti, terutama bagi employee. Hari sebelum akhir pekan, berakhirnya weekday yang padat akan aktivitas kerja, energi rasanya begitu banyak terkuras.

Alterra, di sisi lain,  banyak sekali memiliki kegiatan di luar kerja, olahraga rutin mulai dari renang hingga futsal, training yang difasilitasi kantor, sharing session baik internal atau sebagai public speaker di komunitas luar. Semua itu opsional, tapi dengan lingkungan yang sangat energik rasanya mustahil untuk tidak berpartisipasi.

Jadi, di mana “bad”-nya? It’ll be bad if your body is not ready.

The Ugly

A pinch of micin

A dash of kindness

A spoonful of laughter 

And a heap of LOVE!

 

Rumah Kedua

Panggilan wawancara kerja itu kupenuhi. Setibanya di lokasi, aku sedikit bingung, karena yang kudapati adalah sebuah salon, padahal aku melamar sebagai tenaga IT. Daripada berdiam diri terlarut dalam kebingungan, kumasuki saja tempat itu dan bertanya kepada orang yang di dalam. “Permisi, benar ini kantor Sepulsa? Saya mau interview,” tanyaku kepada ibu yang ada didalamnya. “Oh, iya Mas, lewat pintu sebelah ya, terus turun.” Kemudian aku turun dan bertemu orang yang bertugas mewawancaraiku.

Singkat cerita, setelah lamaranku diterima, aku pun mulai hari pertama kerja. Dan seperti biasa, sebagai karyawan baru, aku tentunya berangkat lebih pagi, sekitar 15 menit lebih awal dari waktu efektif. Aku sedikit heran karena sekitar satu jam setelah jam efektif, baru 3 orang karyawan lainnya yang baru datang. Yang  lebih  mengejutkannya lagi, cuma aku seorang yang berpakaian rapi (kemeja, dan celana bahan).

(Foto: Pexels)

Sama halnya dengan jam masuknya yang terkesan sedikit siang, jam pulangnya pun demikian. Ketika jam kerja berakhir, ketika aku hendak pulang, terbesit dalam benakku untuk menundanya sebentar, karena karyawan lainnya belum ada yang bergegas untuk pulang. Kutunggu satu jam hingga dua jam, baru ada satu orang yang pulang. Demikian pula dengan hari-hari berikutnya, seakan seperti itulah jam pulang yang ada. Tak terasa setelah dua minggu bekerja disana, tanpa disadari kebiasaan karyawan lainnya ‘menular’ padaku, yaitu berangkat siang pulang ‘sedikit’ larut.

Sekarang kebiasaan itu kini menjadi sesuatu yang bisa diibaratkan sebuah siklus. Entah karena aku memang sudah terbiasa ‘mendekam’ di depan komputerku, atau memang sebuah hal yang menyenangkan untuk alam bawah sadarku. Mungkin ‘rumah kedua’-ku sedikit berbeda dengan kantor pada umumnya, kebiasaan kerja pun menurutku tidak sama. Namun, aku rasa rutinitas berbeda bukan berarti salah, terlebih setelah kucoba menjalaninya. Banyak kebiasaan baru yang sebenarnya lebih mendukungku untuk belajar dan berkarya di tempat kerjaku, yang lebih nyaman untuk kusebut rumah kedua.

Memulai Karier Sebagai Software Engineer Melalui Full-stack Academy

Halo Alterrans dan semua pembaca!

Tidak terasa, Alterra Academy (atau yang awalnya dipublikasikan sebagai Alphatech Academy) akan memasuki batch 4 untuk fullstack academy-nya. Artinya, lulusan dari batch 1 untuk full-stack academy sudah hampir merampungkan satu tahun kontrak kerja yang ditawarkan oleh Alterra. Pertanyaannya, gimana kehidupan berjalan selama hampir setahun ini?

Menjadi seorang Software Engineer (SE) di Alterra merupakan pengalaman yang sangat luar biasa menyenangkan. Dengan jenis pekerjaan yang tidak akan pernah membuat para SE mengantuk di siang hari, mungkin bisa dibilang ini adalah impian sebagian para pekerja di dunia. Selain itu memiliki rekan kerja berpengalaman dan mau bekerja sama juga sangat membantu dalam mencapai tujuan dalam pekerjaan. Dunia teknologi yang selalu berkembang dan berubah dengan cepat juga berimbas kepada divisi tech Alterra yang harus mampu beradaptasi dengan terus mempelajari hal baru dalam periode tertentu.

(Foto: Pexels)

Alterra Academy tidak mengharuskan calon mentee-nya memiliki latar belakang di bidang TI. Buat beberapa lulusan yang kemudian bekerja sebagai full-stack, mungkin muncul kecemasan (bahasa kerennya anxiety) atau minder (bahasa kerennya insecurity). Hal ini disebabkan karena sebagian besar rekan kerja memiliki latar belakang TI. Memang, rekan kerja yang memiliki latar belakang di bidang TI memiliki pemahaman dasar kuat yang tidak dimiliki oleh lulusan full-stack academy dari latar belakang non-TI.

Bagusnya, di Alterra para peserta pun diberikan soft skill training, misalnya anger management, communication training, public speaking training, hingga training yang berhubungan dengan hard skill seperti secure coding dan masih banyak lagi. Training tersebut membantu para talent di Alterra dalam mengurangi masalah yang mungkin dapat mengganggu pekerjaan. Poster-poster tips (dipublikasikan sebagai bitsy bites), bagaimana menjaga sikap, mengatasi anxiety, mengelola konflik dan lain-lain pun banyak dipajang di Alterra. Berbagai program yang diadakan tim People Development membantu para lulusan akademi untuk tetap bertahan ketika memulai karier sebagai tech talent.

Cukup sekian tulisan yang saya buat. Secara keseluruhan, melakukan pekerjaan sebagai seorang Software Engineer merupakan pekerjaan impian bagi saya. Terima kasih sudah membaca!

×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.