#RealStory: Kiat Meraih Kepercayaan Customer dari Rahayu Suwarno

Hi Alterrans,

Kembali lagi di episode terbaru #RealStory, nih. Kali ini tim KAMIS kembali mewawancarai salah satu leader perempuan di Alterra. Tak lain dan tak bukan adalah, Rahayu Suwarno atau yang biasa dipanggil Ayu. Nah salah satu topik yang kita bahas di episode kali ini adalah bagaimana kiat-kiat Mba Ayu dalam membangun komunikasi dan kepercayaan customer. Penasaran gimana cerita lengkapnya? Yuk, langsung disimak wawancaranya!

________________________________________________________________________________________________________

Q: Gimana cara Mba Ayu membangun komunikasi dan kepercayaan customer eksternal sehingga mereka percaya dengan kita?

A: Kalau berbicara soal Business Development, Sales, itu memang kaitannya erat dengan membangun relationship. Bahkan, beberapa artikel menyebutkan bahwa 70% – 90% keputusan untuk membeli produk atau tidak membeli produk itu sebenarnya bukan melulu tentang harga atau seberapa bagus produknya. Tapi, justru sebenarnya yang paling penting ialah membangun relationship. Dimensi layanannya apa saja sih sebetulnya yang bisa membuat orang jadi percaya dan jadi memutuskan untuk mau membeli sesuatu. 

Business Development lebih banyak related kepada sales ya, tapi kalau aku sendiri sih sebetulnya dalam membangun kepercayaan sama klien atau customer itu, aku selalu berpegang pada tiga poin basic. Yang pertama kalau buat aku adalah first impression. First impression saat pertama kali kenalan dengan calon customer itu penting banget, poinnya cukup banyak ya kalau mau dibagi-bagi lagi bisa. Dari appearance,  ada how we look, gimana appearance kita di depan mereka, rapi kah? Atau mungkin tidak harus mewah tapi good looking, cara berbicara kita enak, cara convince pun enak. 

Atau mungkin ada beberapa poin kalau mau ketemu dengan calon customer yang mungkin klien besar, aku cari tahu dulu tentang PIC-nya siapa? Dia punya background apa? Karena itu bisa membantu first impression kita. Dengan tahu banyak tentang customer, otomatis mereka biasanya impress tuh. “Kok tahu ya?” “Kok tahu ya gue pernah menulis buku?” “Kok tahu ya Mbak ini, aku pernah kerja di sini?.” Hal-hal semacam itu yang membuat first impression kita dapet banget dan itu bisa membangun relationship ke customer

Yang kedua adalah menjadi pendengar yang baik. Kadang kalau kita lagi bidding, lagi ngobrol sama klien, kadang kita terfokus dengan barang yang kita jual. Padahal sebetulnya, menggali dan berusaha menjadi pendengar yang baik itu penting banget. Seneng banget tuh biasanya client-client kalau mereka didengar keluhannya apa, kebutuhannya apa, atau mungkin kita bisa menggali untuk melihat demandnya sebenarnya ada enggak sih? Bahkan dari yang tidak ada, bisa jadi ada kalau seandainya kita mau belajar untuk mendengarkan customer. 

Nah, kalo yang ketiga menurut aku adalah professional attitude. Professional attitude itu kaya gimana caranya meyakinkan customer dengan professional, kemudian bring data, terus juga solutif. Dan yang paling penting adalah tepati janji, dengan tepati janji ini menurut aku salah satu poin yang paling penting yang membuat customer jadi attach sama kita. 

Tiga basic ini, yang aku selalu pegang untuk membantu membangun komunikasi maupun membangun kepercayaan dengan customer. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Sebagai seorang leader, value Alterra apa sih yang Mba Ayu paling tekankan untuk ada di tim yang Mba pimpin? 

A: Dari 5 value Alterra, berarti ada Customer Focus, Innovation, Champion, Integrity, dan Collaboration. Kalau yang paling related menurut aku pasti Customer Focus, tapi kalau berbicara soal yang paling ditekankan itu sebetulnya semua. Karena menurut aku, value-nya Alterra itu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Jadi bukan berarti karena kita adalah sales, kemudian Customer Focus yang paling kita prioritaskan. Tidak, tapi di situ juga ada part Innovation, misalnya pada saat kita bertemu dengan customer, kita bisa bisa jadi lebih kreatif dan kita dituntut untuk berinovasi. 

“Oh iya, dengan demand ini kita bisa provide solusi yang ini,” jadi seperti Innovation, bisa muncul kan kadang-kadang saat kita ngobrol dengan customer. Jadi kalau ditanya mana yang paling ditekankan, semuanya memiliki peranan masing-masing. Jadi semua related dan sama pentingnya. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Divisi Business Development biasanya berhubungan dengan target yang ambisius. Kadang-kadang memiliki sifat ambisius itu terkadang dipandang negatif, apa pandangan Mba soal hal tersebut?

A: Sebenarnya ambisius itu bagian dari sifat atau karakter ya. Jadi motivasi dan background setiap orang itu berbeda-beda. Jadi memang ada beberapa orang yang tidak ambisius dan lebih go with the flow, tidak mengejar karier, cenderung lebih slow gitu ya. Tapi sebetulnya dia tidak ambisius. Tapi dia tipe orang yang mengerjakan pekerjaannya dengan hati, dan totalitas. Hal tersebut yang akhirnya jadi impact kepada karier atau performance dia. 

Kalau sales memang akan lebih baik kalau dia memiliki sifat ambisius, tapi itu bukan sesuatu yang wajib. Jadi instead of mewajibkan “Eh lo harus ambisius ya,” “Lo harus punya ini,” Enggak! Sebenarnya aku lebih memastikan kepada semua individu di dalam tim itu “Kita harus satu frekuensi ya,” “Kita punya gol dan visi misi yang sama,” “Kita grow bareng ya,” Jadi once aku memastikan bahwa kita satu tim sudah sepakat, berarti masing-masing individu itu sudah sadar dengan responsibility atau dia harus mengambil peran di dalam tanggung jawabnya masing-masing. 

Terlepas ambisius atau tidak, kalau dalam satu tim memang ada yang sifatnya A, sifatnya B, justru menurut aku itu saling melengkapi. Jadi bukan semua harus ambisius, tapi memastikan semuanya mempunyai gol yang sama. Karena dengan gol yang sama, kita mau jadi Champion kan semuanya? Dari situ kita mau tidak mau, akan menggerakkan diri sendiri. Karena ini bukan hanya achievement sendiri tapi juga termasuk pencapaian tim. Grow-nya juga bareng, that’s why masing-masing harus sadar akan tanggung jawabnya masing-masing. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Mba Ayu juga kan seorang Ibu, bagaimana cara membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga? Pernah kesulitan kah?

A: Ini salah satu pertanyaan yang menarik banget, nih. Sudah jadi dilema untuk ibu-ibu ya dari dulu, untuk ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Mana yang lebih baik sih sebetulnya? Ibu rumah tangga yang fokus kepada anaknya atau ibu yang bekerja? Tapi kalau dipikir lagi, menjadi ibu itu bukan perlombaan 17an yang berlomba-lomba jadi yang terbaik, kemudian dapat piala dan label. Tidak seperti itu. Menurut aku setiap ibu pasti punya medan perang masing-masing, otomatis juga punya strategi masing-masing untuk memenangkan medan perangnya. 

Salah satu medan perangnya ibu bekerja adalah membagi waktu, bagi waktu antara anak, keluarga, dan juga pekerjaan. Enggak bisa denial sih, ada kalanya anak dan keluarga complain, itu menurut aku manusiawi dan mau tidak mau kita harus embrace itu.  Ya sudah it is what it is. Bahwa terkadang menjadi ibu bekerja, aku tidak bisa memberikan waktu penuh untuk anak dan begitupun sebaliknya. Untuk pekerjaan kadang juga tidak bisa memberikan full 100% terhadap pekerjaan disebabkan suatu kondisi tertentu yang memang tidak berjalan dengan sempurna. Ya memang mau tidak mau yang pertama kita harus terima dulu, keadaan tidak sempurna. Harus dibagi waktu antara keluarga dan pekerjaan, kadang pekerjaan left behind, kadang keluarga yang left behind. Pertama, harus terima dulu keadaannya, dan kedua mau tidak mau kita hanya bisa berusaha memberikan yang terbaik. Contohnya, aku tidak bisa memberikan kuantitas waktu yang cukup untuk anak, tapi solusinya apa? Aku harus punya support system yang baik. Segala kebutuhan terkait waktu yang tidak bisa aku  kasih, masih bisa dibantu oleh support system aku. 

Sebisa mungkin aku juga mementingkan quality time daripada quantity. Jadi walaupun cuma bisa satu kali dalam satu minggu, tapi aku memastikan bawah satu hari tersebut adalah waktu yang benar-benar berkualitas buat keluarga ataupun buat anak. Kalau masalah bagaimana cara membaginya? Mau tidak mau kita harus cukup fleksibel ya. Ada kalanya kita harus mementingkan pekerjaan ketimbang keluarga, atau sebaliknya. Berusaha diseimbangkan ya berdasarkan prioritas dan konsekuensinya.

________________________________________________________________________________________________________

A: Apa pandangan Mba mengenai work and life balance? Apa menurut Mba bisa terwujud? Atau ada saran kah buat Alterrans mengenai hal ini? 

Q: Kalau pertanyaannya adalah penting atau tidak, ya pasti penting ya. Banyak banget teori tentang work life balance, yang namanya kerja dan juga kehidupan personal itu harus lho balance! Ya idealnya memang seperti itu, tapi pada kenyataannya kita sering dihadapkan dengan kondisi yang tidak ideal, terutama tuntutan dari jam kerja dan lain-lain. Walaupun kita tau tidak bisa mencapai suatu kondisi yang ideal di work life balance, tapi setidaknya work life balance itu bisa menjadi pegangan kita untuk stay healthy. Karena kalimat itu merujuk bukan hanya pada kesehatan raga, tapi juga kesehatan jiwa. Jadi untuk mencapai itu, penting dan membantu banget ketika kita mengatur antara jadwal pekerjaan dan personal. Karena justru dengan lebih teratur, bisa membantu kita untuk menjadi lebih produktif dan kreatif. 

Kenapa? Karena pada saat kita take a break, atau melakukan apapun hobi yang kita suka, tentu saja otomatis kita akan happy. Dengan merasakan kebahagiaan, biasanya kita akan lebih menjadi kreatif, jadi menurutku penting banget. Tapi ya itu ketika dihadapkan dengan medan perangnya, setiap orang harus memiliki strateginya masing-masing. 

Tapi kalau aku boleh saran buat Alterrans, jangan underestimate work life balance, walaupun terlihat sulit. Walaupun kamu hanya punya waktu sebentar, tapi itu penting banget buat balancing mental dan badan kita supaya tetap sehat. 

At least walaupun sedang break, jalan-jalan, atau mungkin melakukan hobi itu cuma buat senang di hari tersebut, dan tidak menyelesaikan masalah apa-apa tapi setidaknya bisa recharged diri. Hari ini sudah bahagia, sudah lebih segar, sudah bertambah energinya, dan buat kita siap untuk next challenge-nya. Jangan sampai tidak ada jeda sama sekali, itu biasanya membuat jadi “numpuk” dan lama-lama stres, dan bisa buat badan ikutan tidak sehat. Ingat, work life balance itu penting banget. Walaupun cuma punya sedikit waktu, pastikan kamu selalu meluangkan waktu untuk me time ya! 

________________________________________________________________________________________________________

Nah, itu dia. Jadi ingat ya teman-teman, sesibuk apapun itu jangan lupa untuk me time. Supaya kita bisa recharged tubuh kita dan akhirnya bisa lebih produktif dan kreatif lagi. Segitu dulu nih episode #RealStorynya, buat yang penasaran dengan proses wawancaranya, silahkan langsung tonton videonya di bawah ini ya. Sampai bertemu lagi di #RealStory episode berikutnya!

#RealStory: Membicarakan Soal Kolaborasi Bareng Muhsin Shodiq

Hola Alterrans!

Bagaimana libur lebarannya? Semoga semua tetap menjalankan protokol kesehatan ya! Nah, lebaran usai ada #RealStory baru yang siap menemani kamu menghabiskan bulan Mei ini. Ada siapa kali ini? Yes, ada Muhsin Shodiq selaku Head of Architecture akan membagikan cerita dan tips menginspirasinya mengenai kolaborasi tim. Tidak perlu lama-lama, yuk langsung simak wawancara lengkapnya!

________________________________________________________________________________________________________

Q: Menurut Mas Muhsin, apa sih peran penting kolaborasi di pekerjaan?

A: Menurutku itu salah satu aktivitas kunci ya, karena kita tidak pernah bisa bekerja sendirian. Pasti kerja tim, baik itu internal tim atau dengan tim yang lain gitu ya. Sehingga kolaborasi itu sangat dibutuhkan. Kalau kita tidak ada kolaborasi, kemungkinan besar success rate untuk proyek atau task yang kita kerjakan akan lebih rendah. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Berbicara soal success rate, apa yang Mas lakukan untuk memastikan tim yang mas pimpin selalu deliver pekerjaan dengan baik dan memuaskan customer-nya?

A: Yang pertama, setiap tim harus tahu dulu objektif dari task yang dikerjakan itu apa? Yang kedua, masalah yang ingin diselesaikan itu apa? Sehingga ketika mengerjakan bukan hanya sebatas mengerjakan, tapi mereka tahu apa yang ingin mereka selesaikan. 

Nah, ketika mereka sudah tahu masalah apa yang akan mereka selesaikan, berarti bisa diklasifikasi apakah task tersebut on their control atau apakah butuh bantuan dari departemen atau tim lain. Biasanya dari situ sih bisa melihat “Oh, ini butuh kolaborasi dengan tim lain,” “Oh ini butuh bantuan support dari tim yang lain.” Makanya, kolaborasi dan success rate dari sebuah tim itu pasti ada hubungannya atau erat hubungannya. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Bagaimana cara mas Muhsin memperbaiki kolaborasi yang ternyata kurang bagus?

A: Kolaborasi itu kan penting ya. Tapi, yang suka menjadi masalah itu adalah ketika mindset kolaborasinya adalah “I have to win.” Terkadang hal tersebut kerap terjadi, jadi masih ada yang “Gue maunya A,” “Gue maunya B.” Ego mungkin ya. Tapi ketika berkolaborasi, ya tidak boleh hanya melihat dari satu sisi, kita harus melihat dari both sides. Kita harus tahu concern dari tim yang kita minta support itu apa saja. Jadi ketika berkolaborasi mindset yang harus dibentuk adalah solving problem together

Harusnya sih itu yang akan membuat kolaborasinya berjalan dengan baik. Based on my experience, yang aku lihat kolaborasi itu tidak berjalan dengan baik hanya karena “Gue butuh ini,” tapi tidak melihat orang yang diminta bantuan itu sedang punya masalah apa. Jadi kalau masalah bisa kita selesaikan dari dua sisi harusnya kolaborasi itu akan lebih efektif. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Berbicara soal ego, mungkin masing-masing divisi masih memiliki ego meskipun berada di dalam satu perusahaan. Bagaimana menyamakan ego tersebut agar kolaborasi berjalan lebih efektif?

A: Bisa diperbaiki dari cara berkomunikasinya. Bedakan komunikasi ketika kita datang ke tim lalu bicara seperti “Eh tolong dong gue minta lo kerjain ini,” itu akan berkesan “menyuruh” ya. 

Lain lagi kalau kita berbicara dengan komunikasi yang lebih baik, seperti “Eh kalian lagi punya problem apa? Gue punya problem ini. Kira-kira bisa kah kita solving this problem together?”  Atau “Gue butuh bantuan kalian untuk menyelesaikan masalah ini. Nah, dari kalian ada enggak masalah yang butuh bantuan kita juga?.” Harusnya kalau dari dua arah dan saling mendukung, aku rasa sih itu bisa menekan permasalahan ego tadi. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Sebagai leader tentu Mas Muhsin membawa sedikit banyak perubahaan untuk tim yang Mas pimpin. Gimana Mas Muhsin sebagai leader menanggapi kalau ada yang memberikan feedback negatif terhadap perubahan yang Mas bawa?

A: Setiap perubahan itu kan harapannya adalah untuk membuat sesuatu ke arah yang lebih baik lagi. Makanya dilakukan perubahan untuk menjadi lebih baik, terutama yang harus dilakukan adalah kita memberitahu perubahan ini untuk memperbaiki hal apa dan yang mana? Tapi tidak menutup kemungkinan juga, bahwa perubahan itu bisa menjadi tidak baik untuk hal lain yang tidak terpikirkan di awal. Tapi kan hal tersebut terjadi tidak dengan sengaja. Tidak mungkin membuat perubahan untuk sesuatu yang lebih buruk, semua pasti ingin menjadi lebih baik. 

Tapi ya tidak menutup kemungkinan kalau ada blind spot atau hal-hal yang tidak terpikirkan di awal, dan ketika menjalaninya perubahaan itu ternyata ada miss di satu area yang lain. Mindset di awal yang harus ditekankan ke seluruh tim adalah bahwa yang pertama, perubahan itu untuk apa? Untuk menyelesaikan masalah apa? Jika ada masalah lain yang muncul tidak terpikirkan, kita harus bilang juga ke tim bahwa bisa dikomunikasikan kepada leader, dan para leader juga harus admit bahwa ada yang missed di perubahan tersebut yang tidak terpikirkan di awal. Ketika itu terjadi, maka peran dari leader adalah harus mencoba untuk mencari solusinya atau mencoba menyampaikan lagi ke tim manajemen, “Ada ini lho yang kita tidak kepikiran di awal, dan apa yang harus kita lakukan?” 

Bisa saja jawabannya adalah perubahan yang sebelumnya diimprove menjadi perubahan yang lebih baru lagi. Sehingga bisa mengcover problem apapun yang muncul. Ingat, setiap perubahan pasti untuk menuju yang lebih baik. Tapi pasti ada impact lain yang bisa terjadi. Ketika itu terjadi, yang penting kita admit itu dan kita coba perbaiki terus menerus. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Jadi penting untuk memiliki transparansi dengan komunikasi yang baik ya. Mas Muhsin sendiri gimana cara membentuk komunikasi yang baik untuk tim yang Mas pimpin?

A: Kalau soal transparansi, intinya leader itu tidak selalu benar. Leader juga bisa salah. Kalau saya salah kasih tahu, saya akan admit dan transparansi bahwa “Oh, memang itu kesalahan yang saya lakukan.” Sehingga ketika transparansi itu dilakukan harusnya hubungan antara leader dan tim akan menjadi lebih baik. Tim pun tidak akan worry untuk memberi feedback kepada para leader-nya. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Tapi sebagai karyawan, Mas Muhsin memang tipe orang yang berani menyuarakan pendapatnya ya kalau ada yang salah atau tidak benar?

A: Yes, pasti aku akan kasih tahu. Karena kalau tidak dikasih tahu, berarti kita akan menjalani sesuatu yang salah terus menerus. Cuma ya bedanya adalah, speak up dengan solusi beda dengan speak up saja. Kalau speak up tanpa solusi, aku menganggapnya sebagai complain

Nah, sebaiknya jika menemui masalah, ya kita speak up dan kita mencoba mengutarakan solusi apa yang menurut kita benar. Bisa jadi jawaban solusi kita belum tentu benar ya, karena bisa jadi solusi yang diusulkan sudah pernah dipikirkan oleh tim manajemen atau oleh para leader. Dan mungkin ada blind spot yang tidak terpikirkan itu. 

Dengan kita speak up, sebenarnya akan bagus untuk perusahaan dan juga untuk diri kita. Karena bisa jadi yang kita pikirkan sebagai solusi, ternyata sudah dipikirkan dan ternyata ada miss-nya. Dari hal itu kita bisa belajar “Oh iya, gue enggak kepikiran dari awal.” Itu yang menurut gue blind spot yang tidak terpikirkan. Tapi ya sama-sama belajar, kalau kita diam saja justru kita jadi bersedia melakukan hal yang menurut kita tidak benar. Jadi tidak ada salahnya untuk speak up

________________________________________________________________________________________________________

Q: Terakhir nih Mas, banyak Alterrans yang masih takut untuk menyampaikan apa yang menurut mereka benar, ada tips dan saran gak dari mas Muhsin supaya Alterrans lebih speak up? 

A: Menurutku tidak berani speak up itu karena takut salah ya biasanya. Yang pertama harus dipikirkan adalah yang fokus awalnya bukan takut salah tapi memang untuk memberikan usulan saja. Tapi yang kedua, kalau istilah zaman sekarang jangan baperan kalau usulannya tidak diterima. Karena bisa jadi ada hal-hal yang sudah dipikirkan atau didiskusikan tadi yang aku sebutkan di pertanyaan sebelumnya. 

Jadi intinya yang pertama mindset kita adalah ketika ada masalah, kasih tahu dengan tulus dan ikhlas. Kamu merasa ada yang salah tapi diam tidak kasih tahu itu ya jauh lebih salah. Itu akan lebih bahaya dibandingkan kita sudah kasih tahu terus kejadian. 

Tapi ya balik lagi jangan baperan. Pas kita sudah kasih tahu lalu enggak di execute kita langsung baper, itu juga tidak boleh. Modalnya untuk speak up ya jangan baperan. Perkara ide kita di-execute atau tidak, itu belakangan yang penting kita sudah melaksanakan tanggung jawab kita sebagai karyawan, untuk memberikan yang terbaik kepada perusahaan. 

________________________________________________________________________________________________________

Nah, itu dia wawancara #RealStory kali ini. Apa pelajaran yang bisa kamu ambil? Semoga keseluruhan wawancaranya bisa menginspirasi dan menambah ilmu kamu ya. Kira-kira siapa lagi ya yang akan tim KAMIS wawancara? Kamu bisa merekomendasikan nara sumber #RealStory selanjutnya, lho! Yuk, sampaikan rekomendasi kamu melalui email ke [email protected] ya..

Buat yang penasaran dengan wawancara langsung tim KAMIS dengan Mas Muhsin, yuk langsung cek cuplikannya di channel Youtube Alterra ya!

Sampai bertemu di #RealStory berikutnya!

×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.