Rasanya 5 Tahun di Alterra

“Dit, pernah nggak lo expect bahwa kita bisa kayak gini?”

Itu pertanyaan Mas Ananto yang keluar saat menyapa gue di Gala Dinner Outing Bali, bikin gue mengenang masa interview. Inget banget dulu beliau bilang “Gue nggak tau ini akan bertahan sampai tahun depan apa nggak?” Ebuset realistis amat pikir gue. Tapi ya mungkin Mas Ananto nggak mau kasih harapan yang penuh ambisi. Beberapa karyawan di tahun pertama dan kedua pun, gue rasa masih mendengar kalimat itu kok.

Kembali ke momen Gala Dinner tadi, hal mengharukan itu segera buyar ketika gue jawab “Nggak sih, Mas. Tapi maaf ya KPI gue nggak pernah exceed your expectation hahaha” dia pun ketawa kecut menanggapi pengakuan memalukan gue.

Secara pribadi gue nggak nyangka udah melawati tahun ke-5 di Alterra Indonesia. Kantor yang awalnya bernama Sepulsa, dengan hanya menempati 1 meja panjang bersama 7 orang lainnya. Iya, gue duduk sejajar sama para Co-Founders, gaes. Hal yang kemungkinan kecil terjadi sama gue saat ini. Yaiyalah kita kan beda lantai, mereka lebih tinggi pastinya :’)

Kalau ditanya kesan apa yang dirasakan selama di Alterra? Jawaban gue dari dulu sampai sekarang nggak berubah, kekeluargaan. Bahkan lebih dari rumah gue sendiri, bukan karena suasananya aja tapi lebih ke orang-orangnya yang membuat gue jadi pribadi yang lebih baik dan nyaman menjadi diri gue sendiri.

Bisa dibilang mulai tahun ke-4 di Alterra adalah momen titik balik. Alterra yang semakin berkembang secara bisnis dan semakin banyak karyawan yang gue nggak kenal, bikin performa gue ngesot karena rasa minder dan helpless. Mungkin ibaratnnya kayak baterai ya, lama-lama power-nya akan berkurang. Iya iya, ada faktor U-nya juga 🙁

Atas takdir Tuhan, satu per satu gue dipertemukan sama Alterrans yang secara nggak langsung kasih gue kesempatan untuk berkembang dengan cara yang baru dan bangun dari keterpurukan. Yang dulu gue kerja sendirian dan jadi drained out, sekarang gue udah banyak ikut workshop dan training. Gue mulai bangga punya value lebih, dan itu nggak lepas dari peran Alterra yang nggak pernah kendor kasih dukungan materil dan immateril.

Salah satu keputusan terbaik dan nggak akan pernah gue sesali adalah bergabung dengan perusahaan kecil, yang nggak tau tahun depan gimana, yang penting hari ini kita lakukan yang terbaik. Siapa sangka 5 tahun kemudian bisa punya kantor di 4 kota, dan bahkan going strong di situasi sulit kayak pandemi sekarang?

Terakhir, bagi siapapun yang lagi struggle, coba deh inget ini, “Hanya karena lo gagal tumbuh subur di satu pot itu, bukan berarti lo hanya akan menjadi tumbuhan yang mati”

Humanisme Teknologi, Alasan Kenapa Saya Memilih Alterra

“Di masa depan, robot akan banyak membantu pekerjaan manusia menjadi lebih efisien, bukan untuk menggantikan manusia. Manusia dan robot dapat berkolaborasi dan hidup berdampingan”

Pernyataan di atas sering dikemukakan para praktisi teknologi untuk menjawab keresahan banyak orang awam terkait banyaknya pekerjaan di masa depan yang akan diambil alih oleh kecerdasan buatan. Bagaimanapun, keresahan-keresahan yang dialami orang-orang itu sangatlah beralasan karena kita telah menyaksikan sendiri bagaimana disrupsi teknologi mengakibatkan banyak profesi yang hilang. Petugas loket, kasir swalayan, tukang pos, dan tukang parkir adalah beberapa contoh dari sekian banyak pekerjaan yang saat ini sudah terotomasi oleh mesin tanpa melibatkan tenaga manusia.

Narasi-narasi seperti itu seakan memperlihatkan betapa kejamnya teknologi dalam mengambil alih eksistensi dan kehidupan manusia. Padahal, kenyataannya revolusi digital yang dimulai sejak akhir abad 18 berangkat dari semangat untuk menciptakan teknologi yang menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik.

Seperti yang dijelaskan Walter Isaacson dalam bukunya The Innovator (2014) bahwa kelahiran internet, yang selanjutnya melahirkan era digital, diwarnai oleh dua kubu yang berbeda pandangan. Kubu pertama adalah para pegiat kecerdasan buatan yang meyakini bahwa di masa depan akan tercipta super komputer yang luar biasa cerdas dengan kemampuan jauh melebihi manusia biasa, sedangkan kubu satunya memiliki pandangan yang lebih humanistik, bahwa mesin seharusnya tidak diciptakan untuk mereplikasi atau bahkan mengungguli kemampuan manusia, tetapi saling bekerja sama membentuk simbiosis mutualisme.

Dalam perkembangannya, kemajuan di bidang kecerdasan buatan, cita-cita yang digaungkan kubu pertama, untuk membuat mesin yang bisa berpikir sendiri, relatif mandek, sangat kontras dengan kenyataan saat ini yang lebih mengakomodasi teknologi dengan interaksi yang ramah pengguna serta punya manfaat nyata bagi manusia. Teknologi yang humanis kenyataannya jauh lebih diterima.

Dengan spirit yang sama, spirit untuk menciptakan teknologi yang humanis itulah yang menggerakkan saya untuk memilih Alterra Indonesia sebagai pelabuhan karir saya setelah saya lulus kuliah pada tahun 2018. Nilai-nilai yang dianut Alterra (Customer Focus, Champion, Innovation, Integrity, Collaboration) menunjukkan betapa nilai humanisme dijunjung tinggi di perusahaan ini. 

Jika dicermati, kelima values Alterra lebih menitikberatkan pada objek manusia, bukan pada valuasi atau teknologi yang mereka miliki. Satu, value Customer Focus, berfokus pada pelanggan, empat sisanya lebih kepada orang-orang di internal perusahaan (baca: karyawan).

Customer Focus merefleksikan nilai bahwa pelanggan adalah prioritas serta alasan utama dibalik setiap aktivitas para Alterrans. Tentu banyak yang mengatakan bahwa bukan hanya Alterra yang mengutamakan customer focus, setiap perusahaan didirikan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Akan tetapi, seperti yang sudah saya alami dan amati sendiri selama hampir dua tahun ini, Alterra selalu mendorong setiap orang untuk menjadikan customer bukan sekedar pihak yang bisa dimanfaatkan seenaknya untuk dikapitalisasi dan mendulang keuntungan, tetapi sebagai mitra yang dapat tumbuh bersama. Dengan begitu akan muncul rasa saling percaya seperti kekasih yang kita percaya tidak akan selingkuh dan mengkhianati kita dari belakang, eaa.

Champion, Innovation, Integrity, dan Collaboration adalah wujud dari semangat Alterra untuk menjadikan sumber daya manusia-nya bukan sekedar mesin atau robot yang statis dan patuh dengan setiap perintah atasan. Alterra mendorong setiap karyawan untuk menanyakan setiap goals dan target dari setiap pekerjaannya, memiliki spirit pantang menyerah dan daya juang tinggi (Champion), berpikir out of the box, terbuka terhadap ide-ide baru, adaptif terhadap setiap perubahan (Innovation), bekerja dalam tim (Collaboration), menjauhi sikap saling menyalahkan, dan menjunjung tinggi moralitas (Integrity).

Wujud nyata dari humanisme teknologi Alterra juga bisa dilihat dari salah satu produknya, yaitu Alterra Academy. Alterra Academy menjaring anak-anak muda dari seluruh pelosok Indonesia untuk menjadi para tech talent baru yang siap membantu Indonesia mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digitalnya. Sebagai alumni langsung akademi tersebut, saya merasakan betul bagaimana seriusnya mereka merancang silabus, memilih mentor, serta mendampingi peserta sampai fase after graduation. Semua itu semata untuk menghasilkan developer-developer handal yang tidak hanya menguasai skill teknologi, tetapi juga memahami bagaimana menghasilkan produk yang impactful bagi penggunanya serta memiliki sentuhan yang humanis. 

Salah satu founder Alterra, Ananto Wibisono pernah kesal ketika banyak pandangan miring yang mengatakan bahwa Sepulsa (nama perusahaan di awal didirikan) hanya sekedar perusahaan yang menciptakan platform untuk berjualan pulsa. Tidak banyak yang tahu bahwa dirinya bersama Jefrey Joe mendirikan Alterra untuk menjadi The best place to work, dimana employee-nya menjadi pribadi yang grow dan punya jiwa champion.

CEO kami itu, yang jika Anda mengamati wajahnya akan terlihat sebuah anatomi wajah yang funny tapi tidak ada artsy-artsy-nya sama sekali, ingin menunjukkan bahwa Alterra bukan didirikan untuk misi mengejar profit, brand, atau valuasi belaka. Tetapi ada misi ideologis, sebuah humanisme teknologi untuk menciptakan sesuatu yang mulia dan bermakna bagi kehidupan manusia di Indonesia.

Hidup Alterrans, Hidup Indonesia!

Bangga, Jalan Bersama Alterra

Kebersamaanku dengan Alterra dimulai dari 2016, jauh sebelum Alterra menjadi Alterra, ketika masih bernama Sepulsa, ketika masih hanya ada 11 orang yang sedang berusaha mewujudkan ide-ide nya, menggapai mimpi menjadi sebuah perusahaan teknologi. Pada saat itu, kata “startup” masih terdengar santai dan tidak se-booming belakangan ini. Keputusanku untuk bergabung ke Alterra juga didasari dengan setengah nekat atau bahasa kerennya “being adventurous” aja. 

Bermodalkan keberanian dan semangat membangun sesuatu, juga keinginan untuk berkontribusi kepada masyarakat, aku mulai menyelami hidup di dunia “startup” melalui Alterra. Satu hal yang aku temukan pertama kali, kejamnya startup memang lebih kejam dari Ibukota! Bayangkan, aku datang dari tempat bekerja yang lama, yang sudah semi-mapan dan hampir semua infrastrukturnya sudah siap, tinggal sesuaikan sedikit, lalu jalankan. Sementara datang ke Alterra, (atau mungkin di startup pada umum nya), jangan berharap ada apa-apa, kosong, plong! Eits… tapi buat aku yang senang membangun sesuatu dari 0 ke 1, ini justru momen AHA! ku. Terlebih lagi aku mendapat dukungan dan otonomi kerja dari kedua orang Founder-nya, Jefrey dan Ananto, untuk membangun apa yang diperlukan agar Alterra menjadi tempat bekerja terbaik di Indonesia, jadi aku mulai menyingsingkan lengan baju, start to get down and get dirty.

Singkat cerita, Aku dan Alterra sama-sama bertumbuh, dari kami yang awalnya sama-sama polos, mulai memiliki banyak hal, dari mulai menambah anggota keluarga, mulai menambah gedung kantor, mulai menambah jumlah customer, tentunya juga tak lupa menambah pundi-pundi keuangan perusahaan. Tapi… ada juga dua hal bertambah, kompleksitas dan drama nya! – Yes, ini benar, semakin kami bertumbuh besar, semakin kami njelimet dan ruwet, semakin banyak Alterrans di kantor memerlukan pemahaman lebih, dan alhasil terjadi percikan drama di sana sini. Layaknya hubungan dengan pasangan kita, tidak semuanya yang kami alami itu indah bak dongeng negeri kayangan, tapi banyak juga dihiasi dengan keringat dan air mata. Cuma… entah kenapa, kami semua percaya bahwa kejadian ini justru akan membuat kami semakin tumbuh kuat. Istilahnya, what doesn’t kill you makes you stronger.

Keluarga karyawan kami, atau kami sebut Alterrans semakin banyak, semakin menambah nuansa kerja yang kami punya di kantor. Aku selalu suka pola pikir yang ditanamkan oleh Founders kami tentang teman kerja, always recruit/ bring a team smarter than you, dengan begitu kamu akan terpacu untuk selalu belajar sesuai, dan belajar lebih baik. Aku di Alterra bertumbuh menjadi seseorang yang selalu ingin menjadi lebih baik, meraih banyak hal dan tidak takut untuk mencoba berbagai cara untuk bisa memberikan yang terbaik juga, karena kami semua dibentuk dengan pola pikir “just keep growing, nothing can stop you but yourself

Apa yang aku dan Alterra capai sampai dengan saat ini, 4 tahun kebersamaan kami, sangat banyak yang sudah kami gulirkan. Satu hal yang selalu membuat aku selalu bangga dengan Alterra adalah bagaimana kami bisa tetap peduli dengan semua Alterrans terlepas dari apapun yang kami lalui–baik ataupun buruk–yang Alterra pikirkan adalah bagaimana agar Alterrans tetap menjadi yang terbaik dan dapat tetap bertumbuh hingga dapat memberikan yang terbaik juga untuk Alterra.

Terlebih di masa sulit seperti Pandemi Covid 19 ini, kami memastikan bahwa semua Alterrans tetap terjaga. Kalau kata orang tua, jika kamu ingin menguji sebuah hubungan (teman atau pasangan) lihatlah ketika kita sama-sama dalam kesulitan, jika ia tetap bersama kamu, maka ia adalah sejatinya teman/ pasangan. Jika ia pergi meninggalkan kamu, maka anggap saja kamu tidak pernah kenal dia, pergi dan lupakan. Buat ku, Alterra adalah sejatinya sebuah perusahaan tempat aku mencari rezeki dan bertumbuh menjadi lebih baik. Ia merangkul aku ketika masa-masa yang sulit, dan sudah pasti ia pun ada bersama-sama aku di masa kita bersenang-senang.

In Alterra, We Listen, We Understand

Salah satu dari Alterra Values adalah Collaboration, dengan salah satu key behaviors-nya berkaitan dengan kebebasan mengungkapkan pendapat. Di Alterra, ternyata value ini bukan hanya sebagai sebuah pernyataan perusahaan, melainkan sebuah gaya hidup yang dilakukan setiap Alterrans. Aku mengalami sendiri dari saat masih interview sampai sekarang bekerja di Alterra, tentunya dengan orang yang berbeda-beda.

Aku ingat sekali saat interview dulu, ada satu respon dari interviewer aku yang membuat aku suka sama Alterra. Waktu itu, ada satu pertanyaan yang kurang membuat aku nyaman karena tidak sesuai dengan kepribadianku. Padahal pernyataannya cukup sepele dan tidak menyinggung SARA atau informasi personal sama sekali. Entah mengapa, saat itu aku berani bilang ke interviewer-nya bahwa aku tidak mau membahas hal tersebut karena aku tidak nyaman. Di tempat lain, mungkin orang akan berusaha meyakinkan supaya aku tetap menjawab pertanyaan tersebut, karena pertanyaan tersebut mudah untuk dijawab orang biasa. Namun interviewer aku memberikan respon berbeda. Saat itu dia meminta maaf karena menanyakan hal tersebut dan mengganti topik pembicaraan. Hanya dengan tindakan sekecil itu, aku jadi melihat bahwa Alterra adalah perusahaan yang menghargai individu, padahal baru pertemuan pertama.

Hari pertama diterima bekerja di Alterra, poin yang ditekankan kepada kami adalah berani untuk “Speak Up” alias mengungkapkan pendapat. Sebagai orang dengan latar belakang minoritas yang terbiasa pendapatnya tidak didengar, tentu hal ini membuat aku canggung, karena aku tidak terbiasa mengungkapkan pendapat. Namun, kondisi di kantor melatih aku untuk berani mengungkapkan pendapat, mulai dari hal kecil seperti mengisi feedback form setiap selesai melaksanakan event, variasi dan rasa menu snack tiap Jumat, sampai dengan hal besar seperti teknis pekerjaan yang akan dilakukan di divisiku, atau kebutuhan materi yang menunjang keberlangsungan pekerjaan aku.

Atasan dan teman-teman di divisiku, bahkan teman-teman yang satu kantor denganku selalu meyakinkan aku untuk menyuarakan pendapatku. Dalam kesempatan apapun, mereka selalu bilang, “Enggak usah malu-malu, sampaikan saja. Pasti didengar, kok.” serta memberi contoh nyata dalam hal menyampaikan dan mendengarkan pendapat orang lain. Sebagai contoh, tiap Performance Review dengan atasanku selalu ada sesi mendengarkan aspirasi mengenai apa yang ingin aku lakukan dan apa yang aku butuhkan kedepannya dalam menjalankan task yang diberikan. Bukan sekadar didengarkan, jika atasanku merasa bahwa apa yang aku sampaikan memiliki dampak positif untuk grow aku dan kemajuan perusahaan, ide tersebut akan diterapkan di kesempatan selanjutnya dan dicarikan jalan untuk mendapatkan kebutuhan tersebut. 

Tidak hanya oleh karyawannya, CEO di Alterra juga memberikan contoh dalam mendengarkan pendapat kami sebagai karyawan. Setiap ada pertemuan dengan karyawan, baik itu All Minds atau pertemuan informal lain, beliau selalu mendengarkan pendapat kami. Bahkan, sekecil apapun pendapat kami, selama pendapat itu dapat memberi impact positif untuk kemajuan perusahaan, kami bisa melihat pendapat tersebut diterapkan di perusahaan, tanpa melihat siapa yang memberi pendapatnya.

Contoh nyatanya, saat pandemi COVID-19 yang menyebabkan kami harus bekerja dari rumah, banyak fasilitas yang diberikan dari kantor untuk menunjang pekerjaan kami. Beberapa dari fasilitas yang diberikan tersebut merupakan tindak lanjut dari pendapat karyawan yang membutuhkan hal tersebut, dan aku salah satu yang memberi usul tentang hal itu. Saat fasilitas tersebut diberikan, rasanya senang sekali, karena aku ingat, aku menyampaikan pendapat tersebut berbulan-bulan lalu dalam situasi yang informal, tetapi ditanggapi serius oleh Mas CEO. 

Itulah salah satu hal yang bikin aku #BanggaJadiAlterrans! Pendapatku didengar sebagai pendapat dari seorang individu tanpa memandang posisiku, bahkan pendapatku juga dipandang penting oleh orang lain dan perusahaan. Tidak hanya didengar, pendapatku juga ditindaklanjuti jika memang dapat membuat sesuatu menjadi lebih baik. Bagaimana denganmu?

#RealStory Ep.8: Laura Kusuma Berbicara Soal Champion

Hi Alterrans,

Seperti yang dijanjikan, #RealStory mengenai value Champion masih ada lagi, lho. Kali ini tim KAMIS berbincang dengan Laura Kusuma, BPA Finance Manager and Alterra Accounting Manager. Gimana cerita serunya? Simak di sini ya! 

___________________________________________________________________________________________________

Q: Apa sih definisi Champion menurut Laura?

A: Yang pasti kalau menurutku Champion itu orangnya tidak gampang menyerah. Orang itu pun punya target yang sebenarnya dia tahu akan sulit untuk dicapai, cuma dia tahu kalau dia menetapkan target lebih tinggi daripada yang seharusnya, dia akan lebih grow. Jadi, dia dengan consciously itu akan menerapkan target yang lebih tinggi daripada comfort zone-nya dia. Dia juga akan berusaha sekeras mungkin untuk mencapai ke sana. 

Pada dasarnya mungkin orang itu juga sadar bahwa target itu ambisius, dan bukan karena dipaksa orang, atau karena diminta oleh managernya “kamu harus mencapai ini.” Tapi dia sendiri yang sadar dan bilang “Gue mau coba ah, bisa enggak sih, gue mencapai kesana?” 

___________________________________________________________________________________________________

Q: Apakah kamu salah satu orang yang seperti itu? 

A: Menurut gue kadang-kadang ada sih, tapi definitely gue juga sadar –kan gue juga manusia ya– bakal ada waktu-waktu di mana gue merasa “Ah kayaknya aduh jangan terlalu mengejar bintang gitu, dong targetnya” haha. Ya paling gue bertanya lagi, apakah ada target lain yang bisa lebih achievable? There will be moments like that, namun selama memungkinkan pasti gue akan coba dulu. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Berbicara soal keluar dari comfort zone, apakah kamu tergolong orang yang berani?

A: Apakah gue orang yang berani keluar dari comfort zone? Ya, I would say so, sih. Gue waktu awal-awal join Alterra itu lebih ke Corporate Finance, gue hampir tidak pernah terjun ke Finance Operations. Gue sebelumnya juga jadi Auditor, jadi gue belum pernah berkecimpung di Finance Operations. Nah, sampai waktu itu Finance Manager kita sempat resign, gue berpikir untuk mencoba keluar dari comfort zone gue dan let’s see apakah gue bisa bantu-bantu. 

Dari pengalaman itu, gue tersadar ya gue orangnya cukup berani untuk keluar dari comfort zone

__________________________________________________________________________________________________

Q: Jadi sikap apa sih yang harus dimiliki untuk menjadi Champion?

A: Pantang menyerah itu sudah pasti, sih. Karena the road to glory is not always easy, right? Selain itu hmmm… gue enggak mau bilang ambisius sih, karena kadang kala ambisius bisa dilihat sebagai sesuatu yang negatif, jadi ya lebih kepada tahu apa yang mau dituju. Punya goal yang jelas dan plan or at least some sort of an idea how to get there. Mungkin enggak full plan yang benar-benar detail harus ke A atau ke B, tapi punya roadmap yang membantu dia untuk mencapai goal tersebut. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Kalau Laura sendiri tergolong orang yang lebih menghargai usaha/proses atau hasilnya, sih?

A: Wah, pertanyaan yang sulit juga ya hahaha. Mungkin gue tipe orang yang 70% usaha, dan 30% hasil. Karena menurut gue, usaha itu cuma hasil yang tertunda. Asalkan usaha kita benar, dipikirkan dengan matang, dan dicoba improve terus. Usaha itu bukan orang yang mengerjakan pekerjaan yang sama berulang-ulang ya, tapi usaha dalam arti dia akan coba memikirkan out of the box “Gimana nih caranya?” Kalau cara satu enggak bisa ya coba cara dua, cara A, cara B. Jadi menurut gue, orang yang usaha terus, itu pasti at some point akan menghasilkan hasil. Jadi bisa dibilang gue lebih prefer berusaha daripada dengan cara singkat dan langsung hasil. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Menurut Laura, gimana sih harusnya seorang Champion menanggapi feedback negatif terhadap dirinya?

A: Harusnya sih senang ya hahaha. I think karena seorang Champion itu harusnya punya roadmap yang jelas kemana, jadi feedback negatif itu justru seharusnya membantu untuk reassess dan kalibrasi lagi, seperti “Am i doing what i’m supposed to be doing untuk mencapai kesana?.  Jadi seharusnya sih seorang Champion itu welcome dengan feedback negatif itu, dan justru malah dia akan mencari feedback tersebut–terutama yang konstruktif ya. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Gimana sih cara kamu untuk menyebarkan budaya Champion, agar orang lain bisa tertular? 

A: Kalau gue ke tim sih, gue mencoba memberikan target yang sedikit lebih tinggi daripada target yang mereka pikir achievable. Karena dengan begitu, orang tuh jadi have a taste “Apa sih rasanya mencapai target di atas yang gue kira?.” 

Nah, once orang itu sudah have that taste “Oh, gini rasanya jadi Champion.” dari situ biasanya akan lebih mudah untuk kita mengasah mereka untuk lebih jadi Champion. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Nah, kadang ketika membuat target yang lebih tinggi, kita suka jadi merasa pressure sendiri. How do you handle that? 

A: I focus on the goal, sih. Jadi gue coba memikirkan lagi apa yang ingin dituju. Gue coba membayangkan, gimana nih kalau ujungnya goal-goal ini sudah tercapai semua, what will my life look like? Jadi gue fokus kesana sih. Mungkin untuk sekarang ini ya hidupnya susah, enggak pulang-pulang, kerjaan banyak, tapi once lo membayangkan ujungnya… wah gue bisa bilang bahwa “Eh gue kontribusi lho, di sini,” “Gue membantu Alterra buat semakin maju, semakin rapi.” dan sebagainya. Gue juga membayangkan impact-nya ke diri gue, once gue berhasil menyelesaikan ini impact gue apa? Oh… value gue sebagai seorang Finance pasti naik dong, karena sudah bisa melakukan berbagai hal. Ketika gue fokus kesana, lumayan memberikan semangat lah, saat sedang menjalani bagian susahnya. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Terakhir, adakah moto atau pegangan kalimat yang menjadi base dari semua yang kamu lakukan?

A: Kalau gue sih orangnya lebih ke everything happens for a reason ya. Itu satu kalimat yang gue live by banget. Jadi, kesulitan apapun yang gue hadapi dan jalani sekarang, i know it’s all for a reason. Intinya, oke kali ini gue bersusah-susah dahulu, karena gue mau mencapai goal yang sudah gue buat ini. Gue berprinsip, apapun yang kita lakukan itu tidak pernah sia-sia. Everything happens, there’s always a reason. You fail for a reason and you are successful for a reason

 

Yup, patut diingat oleh kita semua ya bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati usahanya. Tidak ada usaha yang sia-sia ya. Ayo teman-teman buat goal yang ingin kamu capai, tumbuhkan value Champion di sekitar kita!

Kompetisi KAMIS Ada Lagi, Lho!

Hi Alterrans,

Bagaimana kabar kamu hari ini? Semoga kita tetap sehat ya!

KOMPETISI KAMIS ADA LAGI, LHO!!!!

Siapa yang sudah menunggu-nunggu? Kali ini hadiahnya menarik banget dan sayang kalau dilewatkan. Gimana cara ikutannya? Simak di poster satu ini ya!

Di kompetisi Kamis kali ini temanya adalah “Bangga Jadi Alterrans.” Coba kamu mulai pikirkan apa sih yang buat kamu bangga jadi Alterrans? Dari disubsidi WFH Tools, kolaborasi tim yang kompak, kantor yang mendukung untuk kamu lebih grow, atau bahkan kamu merasa sering diapresiasi? Yuk, ekspresikan  semua rasa banggamu ke dalam sebuah artikel. Seru, kan?

Jadi, tunggu apalagi? Yuk, ikutan sekarang!

#RealStory Ep.7: Menjadi Champion Menurut Ananto Wibisono

Hi Alterrans,

Bulan Agustus memang identik dengan hari Kemerdekaan. Apakah kamu salah satu yang gemar mengikuti lomba-lomba tersebut? Sayang sekali mungkin 17 Agustus tahun ini agak berbeda, karena kita masih harus physical distancing. Tapi tidak apa-apa, squad #fightCovid19 sudah menyiapkan Alterra Class Meeting juga lho untuk mengobati kerinduan kamu akan lomba-lomba 17 Agustus. (hehe.. pesan sponsor dikit ya!)

Nah, berbicara soal lomba 17an, apa lomba yang pernah kamu ikuti? Apakah kamu pernah menjuarainya? Pas banget nih, di episode kali ini kita akan membicarakan value Champion bersama CEO kita, Mas Ananto Wibisono! Sudah siap membaca wawancara lengkapnya? Yuk, mulai!

________________________________________________________________________________________________________

Q: Menurut Mas Ananto, di tahap apa seseorang bisa dikatakan sebagai seorang champion?

A: Kalau apa yang gue percaya, Champion itu bukanlah tentang hasil atau tujuan akhir. Champion itu the way of life. Lo sekarang bisa menjadi Champion, tapi besok ya belum tentu. Bisa diibaratkan juga dengan tinju deh, biasanya ada peringkatnya. Champion tersebut akan ditantang oleh orang lain dari peringkat di bawahnya. Kalau Champion kalah, ya predikatnya akan dipindahkan. Mungkin yang tadinya Champion peringkat satu, jadi turun ke peringkat kedua. Begitu pun sebaliknya, yang peringkat kedua naik ke peringkat ke satu. 

Nah, jadi gimana caranya untuk lo mempertahankan title Champion. Tapi bukan berarti yang rankingnya di bawah enggak memiliki sifat Champion ya.. Jadi kalau ditanya tahap ya, di semua tahap kita itu bisa menjadi Champion pada dasarnya. 

Apakah kamu misalnya fresh graduates, atau kamu sudah bekerja selama 10 tahun. Ya bisa jadi, mereka yang fresh graduate lebih Champion dibanding yang sudah bekerja selama 10 tahun. Bahkan ya, lo bisa punya mental Champion even lo seorang intern, misalnya. Intern juga bisa jadi Champion, lho

Tapi mungkin grade Champion manager dan fresh grads ya itu mungkin yang berbeda. That is the truth. Champion yang coba gue jelaskan di sini adalah Champion yang general, bahwa lo harus menjadi orang yang punya mental Champion di mana pun lo berada. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Kalau seperti gitu, gimana cara menghadapi ketika kita sudah dirasa tidak lagi jadi Champion di mata orang? 

A: Gini, kalau lo menghadapi momen itu ya lo harus merefleksikan diri. Kalau lo bukan Champion lagi, ya probably you do not belong to wherever you are. Karena dalam pandangan gue ketika kita sudah bisa mengerjakan sesuatu, atau sudah diberikan tanggung jawab dalam sebuah role apapun itu, lo harus jadi Champion. That’s my definition di Alterra. 

Kalau lo merasa tidak menjadi Champion di posisi itu, ya mungkin lo harus find another role yang benar-benar fit sama lo. Aku sering bilang, kalau di Alterra atau bahkan posisi yang kamu tempati ya itu memang tidak untuk semua orang. Which is fine kalau memang lo tidak merasa nyaman untuk menjadi Champion di posisi itu. 

Tapi, kalau lo memang tidak menjadi Champion– at least that’s what i want in Alterra– ya… sayang banget! Makanya lo harus bisa menemukan role yang tepat. Misalnya coba sekarang tanyakan pada diri sendiri, apakah lo senang dan passionate dengan apa yang lo kerjakan? Kalau enggak ya sayang aja, sama saja seperti membuang-buang waktu. Jadi merefleksikan ke diri sendiri itu sangat penting. Kenapa ya gue enggak jadi Champion? Kenapa gue enggak se-passionate itu? What’s wrong? Mungkin gue enggak suka dengan pekerjaannya? Sekali lagi itu fine. Karena ya wajar merasa kadang role enggak cocok, atau lingkungan yang enggak cocok, bahkan sampai company-nya yang enggak cocok. 

Semua itu tidak apa-apa, kita harus menerima kenyataan itu. Champion itu mindset. Yang tahu kita Champion atau bukan ya itu diri kita sendiri. Jadi, di luar apa kata orang, kita yang harus memastikan kalau kita harus punya mindset Champion. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Gimana sih Mas cara menyebarkan mindset Champion, supaya semua Alterrans memiliki mental Champion? 

A: Gue dan i think ini juga hal yang Jeff–as my Co-Founder–juga punya mindset yang serupa. Some of you guys juga mungkin punya pikiran yang sama, bahwa kita hidup di dunia ini tuh punya purpose. Dan gue percaya purpose gue itu–bisa apapun itu ya–itu bisa kita raih. Gue percaya banget purpose itu bisa kita raih ya kalau kita punya mental Champion. 

Nah, jadi gue akan bilang sama orang-orang “Guys, lo itu hidup di dunia ini itu cuma sekali, kalau misalnya lo menyia-nyiakan, rugi banget.” Ada orang bilang, hidup di dunia ini sekali, tapi kalau hidup lo benar, sekali itu cukup. Dan gue merasa, hidup yang benar itu dengan lo menjadi Champion. Jadi lo itu harus aim-nya high, itu adalah sesuatu yang gue percaya bahwa di Alterra harus seperti itu. 

Jadi gimana cara menyebarkan mindset Champion? Gue lead by example. Gue selalu aims high and push very very hard. Gue selalu challenge orang, is that the best you can do? Bukannya kamu bisa lebih bagus lagi? Gue percaya dengan cara itu, sih. Ibaratnya gini, “Bro, gue as a CEO masih work very very hard. Masa lo enggak sih?.” 

I gave them examples. Hopefully a good example ya hehe

 

Itu dia wawancara lengkap kita bersama Mas Ananto Wibisono. Ingat ya sekelas CEO pun masih terus bekerja keras, lho. Kita pun harus bekerja maksimal untuk membantu mencapai tujuan Alterra. Untuk #RealStory berikutnya, tim KAMIS akan mewawancarai salah satu Champion di Alterra. Siapakah dia? Tunggu episode berikutnya!

#RealStory Ep.6: Ponco Wirawan dalam Berkolaborasi

Hi Alterrans,

Kembali lagi di episode terbaru #RealStory, kalau episode sebelumnya tim KAMIS berbincang bersama Mas Ananto mengenai value Collaboration, kali ini kita berhasil mewawancarai Ponco Wirawan, yang menjabat sebagai Lead dari Tim Design Alterra. Yuk, simak gimana cerita Ponco soal kolaborasi!

 

Q: Ketika berkolaborasi tentu ada keinginan klien yang tidak sesuai dengan selera atau keinginan lo, apa yang biasa lo lakukan? Gimana cara lo untuk meredam ego ketika berkolaborasi?

A: Biasanya ketika gue menemukan situasi di mana keinginan klien tidak sesuai dengan keinginan gue, gue ingat lagi… Posisinya di sini gue adalah seorang desainer, bukan seorang seniman, jadi desainer itu tetap membutuhkan orang lain dan memang ada requester atau orang yang minta desain ke gue. Jadi gue akan mengesampingkan sisi idealis di diri gue, karena ibaratnya gue selalu menganggap klien atau requester ini sebagai raja. 

Tapi di lain sisi, kalau memang permintaannya kurang sesuai, misal dengan guidelines desain Alterra, ya tugas gue sebagai desainer untuk menuntun kembali sesuai dengan panduan. Jadi gue tetap mengarahkan, sehingga hasilnya pun akan tetap sesuai dengan DNA perusahaan. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Gimana cara lo menanamkan dan meningkatkan values Collaboration di tim yang lo pimpin?

A: Biasanya di tim gue, kita rajin untuk saling memberikan feedback, sih. Jadi ada satu buah desain misalnya dikerjain oleh si A, nantinya si A akan meminta pendapat gue dan anggota tim lainnya mengenai desain tersebut. Itu salah satu budaya yang gue terapkan di tim gue, karena dari situ akan terjalin satu kolaborasi. Kita pun akan brainstorm juga dalam tahap itu. Jadi menghasilkan suatu kualitas desain yang baik lah dari beberapa kepala yang ada di tim gue. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Sebagai seseorang yang pekerjaannya harus berkolaborasi, menurut lo apa sih hal yang dibutuhkan supaya tercipta kolaborasi yang efektif dan produktif? 

A: Yang pasti itu, komunikasi. Menurut gue komunikasi itu paling penting, sih. Jadi kalau komunikasi tidak terjalin antara yang memberikan pekerjaan ke gue atau ke tim desain, pasti diantaranya banyak yang missed dan jadi enggak efisien, golnya pun enggak tercapai. Intinya adalah komunikasi harus jelas, lalu saling percaya dan jelas golnya itu apa, jadi semua pihak bisa sama-sama menuju gol yang sudah ditetapkan di awal. 

________________________________________________________________________________________________________

Q: Ada enggak kiat-kiat khusus lo untuk menghadapi kolaborasi tim atau orang yang toxic?

A: Kalau kolaborasi tim menjadi toxic pasti ada salah satu penyebabnya. Kalau itu datangnya dari anggota tim gue, hal pertama yang gue lakukan adalah dengan kasih feedback ke orang tersebut. “Kayaknya elo enggak harus kayak gitu terus” atau “Kayaknya apa yang lo lakukan bisa memperlambat kinerja tim.” Jadi akan gue ingatkan terlebih dahulu, sebelum memengaruhi keseluruhan kolaborasi tim. Gue juga akan mengarahkan agar orang tersebut bisa kembali satu track sama anggota tim lain, supaya kolaborasi kembali terjalin dengan baik. 

Nah, itu dia wawancara singkat tim KAMIS bersama Ponco. Emm.. menurut kamu di bulan Agustus ini kita akan bahas values apalagi hayooo? Yup, selanjutnya kita akan bahas value Champion. Buat Alterrans yang ingin tahu gimana sih cara menjadi Champion, tunggu episode #RealStory selanjutnya ya! See you! 

#RealStory Ep.5: Ajakan Kolaborasi dari Sang CEO

Hi Alterrans,

Menyambut bulan Agustus, tim KAMIS mau mengajak kamu untuk berbicara soal values Alterra yang bertajuk, Collaboration. Kolaborasi itu gimana sih? Value yang satu ini mungkin terdengar mudah, karena sehari-hari sudah kita lakukan. Tapi apa sih tujuannya? Bagaimana cara menanamkan lebih banyak kolaborasi pada kehidupan sehari-hari? Atau bagaimana cara berdiskusi dengan efektif dan produktif? Nah, kamu bisa mendapatkan jawabannya dari wawancara tim KAMIS bersama CEO Alterra, Mas Ananto Wibisono. Yuk, langsung disimak!

___________________________________________________________________________________________________

Q: Apa yang Mas Ananto tekankan agar kolaborasi lebih berjalan di Alterra?

A: Gue pernah pakai satu contoh di outing Alterra yang ke pulau seribu, waktu itu gue bilang:

“Lo kalo mau lari cepet, lo sendirian aja. Tapi kalau lo mau larinya jauh, ya kita lari bareng-bareng.” 

 

Ketika gue start Alterra­–yaitu Sepulsa dulunya, gue menjalankan Sepulsa ya cuma berdua sama Jefrey. Tapi kita mikir kalau kita mau menjadi lebih besar lagi, apalagi kita membangun perusahaan ini sudah punya harapan dan bayangan yang jauh…(ya walaupun gue enggak terbayang kita bisa sampai sejauh ini to be honest)–dan gue sama Jefrey yakin untuk membuat perusahaan kita sejauh sekarang, ya sudah pasti lo tidak bisa sendirian. Definitely lo enggak bisa mengandalkan hanya satu atau dua orang, ini harus bisa menjadi kolaborasi dan team work. 

Ibaratnya kalau di sepak bola, kalau lo punya Lionel Messi doang, mungkin Barca enggak juara. Lionel Messi mungkin yang paling keren, tapi Barca bisa juara karena ada Xavi Hernandez, ada Andres Iniesta, Luis Suarez, sampai Gerard Pique dan Charles Puyol yang jadi pemain belakang. Kalau kita balik lagi ngomongin company, semua orang punya role-nya masing-masing. Of course, ada beberapa orang yang very versatile, bisa jadi banyak posisi, dari bisa operasional, commercial, sampai tech. Tapi apakah mereka bisa melakukan banyak posisi dengan bagus semuanya? Ya enggak, walaupun kalau ditanya bisa, ya… bisa aja.

Tapi kondisinya adalah, Alterra itu aim-nya gede dan tinggi. And the only way untuk kita achieve tujuan dan cita-cita kita ya kita harus bareng-bareng. Kalau ditanya apa yang ingin ditekankan ya itu gue pengen ngomong “Eh bro kita enggak bisa sukses sendiri, kita harus kolaborasi”

___________________________________________________________________________________________________

Q: Okay, tapi terkadang kan individualnya saja ya Mas, tim juga biasanya memiliki ego-nya masing-masing. Gimana caranya menghindarkan ego pribadi supaya terjalin kolaborasi?

A: Nah, kalau itu adalah tugasnya leader. Jadi dari masing-masing tim, leader harus jelas goal-nya apa. Dari gol-nya apa, ayo kita berdiskusi. Komunikasi juga, dengan goal seperti ini apa yang harus kita lakukan bareng-bareng.

Dari situ akan terlihat, tim A harus mengerjakan ini, tim B harus mengerjakan ini, begitu pun dengan tim C dan tim D. Everyone agree, oke jalani. Contoh kasus misalnya tim A ketika menjalaninya mengalami kesulitan, ya share sama yang lain. Yang lain bisa bantu enggak? Team work! Kalau aku relasikan dengan values yang lain, seperti Customer Focus gitu ya, lo juga harus punya empati ketika tim lain menghadapi masalah, dan tanyakan kepada diri sendiri atau tim kita,  bisa enggak kita bantu dia.

Jadi, punya ego itu tidak apa-apa, tapi lo juga harus understand kalau cuma ego lo doang ya enggak akan nyampe bro! Kayak striker cetak gol tapi eventually tim lo kalah, ya buat apa? Mending lo enggak cetak gol, tapi tim lo menang. Kalau kita melihat perspektif dari tim atau company, itu yang harus dilakukan.

___________________________________________________________________________________________________

Q: Berbicara soal diskusi dalam tim, apa sih yang mas Ananto lakukan untuk membuat diskusi lebih efektif?

A: Kalau kita berbicara soal diskusi dalam konteksnya company, atau kita sering sebutnya meeting ya. Gue tuh harus mempersiapkan apa yang mau didiskusikan. Itu harus jelas, ini kita mau mendiskusikan apa. Dan informasikan kepada orang-orang yang akan ikut diskusi, we want to discuss about this. Kemudian ketika lo datang sudah mempersiapkan diri, pasti efektif diskusinya. Oke kita mulai diskusi poin A, goal-nya kita mau ngapain harus jelas.

 Buat apa kita menentukan goal? Kita harus tahu setiap diskusi itu tujuannya apa. What is the outcome of the meeting. Nah ketika berdiskusi, kamu harus bisa menyampaikan apa yang menjadi ide atau gagasan, mungkin bisa juga keluh kesah atau explaining yourself, di lain sisi kamu juga harus bisa jadi pendengar yang baik. Understanding people’s problem, understanding other people’s opinion itu juga penting. Enggak Cuma kamu harus bisa menyampaikan gagasan dengan baik dan efektif, tapi kamu juga harus bisa mendengarkan.

Nah, sometimes bagian yang mendengarkannya yang susah. Makanya aku menyarankan orang untuk mencoba active listening. Jadi kamu bukan hanya mendengarkan, tapi kamu benar-benar berusaha untuk mengerti maksud penyampaiannya apa. It takes time to master this, tapi yakin skill ini akan berguna banget untuk membuat diskusi menjadi meaningful.

Kalau gue simpulkan, yang pertama lo harus mempersiapkan diri. Yang kedua, lo harus bisa menyampaikan dengan baik. Itulah salah satu alasan, semua orang harus belajar untuk menyampaikan opini, pendapat, apapun yang mau kamu sampaikan. Yang terakhir, lo juga harus tau kapan lo harus mendengarkan. Aku menyarankan orang-orang harus bisa menjadi pendengar yang baik juga sebelum menjadi penyampai yang baik.

 

Nah, itu dia Alterrans! Jangan lupa untuk membuat diskusi lebih efektif, cobalah untuk menjadi pendengar yang baik juga ya! Sampai sini dulu wawancara kali ini. Episode berikutnya, kita masih akan membicarakan mengenai Collaboration, tapi kita akan mewawancarai salah satu Alterrans yang pekerjaannya mengharuskan beliau untuk selalu berkolaborasi. Stay tune untuk episode berikutnya!

5 Olahraga Terbaik untuk Meningkatkan Imunitas Tubuh

Hingga hari ini pandemi Covid-19 ternyata belum akan berhenti dalam waktu dekat. Kita justru akhirnya harus mengalah dan mencoba untuk hidup berdampingan dengan virus yang mewabah hampir di seluruh dunia tersebut. Meskipun begitu, salah satu cara agar terhindar dari virus ini tentu tetap menjaga kesehatan dengan meningkatkan imunitas tubuh.

Meningkatkan imunitas tubuh memang bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan berolahraga rutin selama 20-30 menit setiap harinya. Jadi, apa saja sih olahraga terbaik yang bisa meningkatkan imunitas tubuh? Simak di sini ulasan lengkapnya!

Olahraga terbaik untuk meningkatkan imunitas tubuh

(Foto: Pixabay)
  1. Jalan kaki rutin 10.000 langkah

Biasa beraktivitas menggunakan transportasi umum, atau sibuk di kantor, lalu sekarang harus membiasakan diri untuk bekerja di rumah mungkin membuat pergerakkan tubuhmu menjadi lebih berkurang. Jalan kaki rutin itu sangat baik untuk kesehatan, lho.

Setiap manusia dianjurkan untuk melakukan 10.000 langkah setiap harinya. Jika memang kamu di rumah merasa gerakmu menjadi terbatas, coba lakukan jalan kaki rutin setiap harinya. Olahraga yang satu ini juga cocok untukmu yang tidak suka lari atau jogging.

  1. Bersepeda

Selama new normal ini, olahraga sepeda menjadi booming kembali. Karena mungkin jalanan yang lenggang akibat berkurangnya kendaraan pun mendukung untuk lebih banyak bersepeda. Tapi ketika kamu bersepeda tetap ikuti protokol yang ada ya.

Hindari jalan-jalan yang memang ramai. Jika ingin bersepeda bersama teman, pastikan kamu tidak membuat kerumunan. Pastikan juga kamu bersepeda di tempat datar dengan insensitas ringan hingga sedang. Hal ini agar tidak membuatmu “ngos-ngosan” dan sesak.

  1. Bersepeda di dalam ruangan

“Duh, tidak punya alatnya!” Tenang-tenang, bersepeda di dalam ruangan ini tidak harus kamu memiliki alatnya, kok. Kamu bisa melakukan gerakan aerobik yang membuat tubuh seperti sedang bersepeda.

Baringkan tubuhmu di atas matras, lalu letakan penyangga di bagian kepala. Angkat lutut kaki dan kanan, lakukan gerakan seperti sedang mengayuh sepeda. Lakukan secara berulang.

  1. Squat dan forward bend

Jika ingin mengencangkan bagian paha sekaligus otot harmstring, kamu bisa mencoba gerakan olahraga yang satu ini. Kamu bisa melakukan gerakan ini dengan bantuan kursi atau sofa.

Pertama, mulailah duduk dalam posisi squat sampai kamu merasakan tidak sakit. Setelah itu coba bangkit dan tekuk tubuh ke depan sampai punggung lurus dan dorong pinggul ke belakang sampai merasakan peregangan. Tahan posisi selama beberapa detik. Lalu lakukan secara berulang.

Itu dia beberapa olahraga yang bisa kamu coba untuk meningkatkan imunitas tubuh selama masa pandemi. Selamat mencoba!

×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.