Wah, sudah #AltaTalks Vol. 4 saja, nih. Untuk bulan ini, wawancara bersama Azzahra Lamuri, salah satu mentee Alterra Academy dari batch 4 akan menjadi episode yang terakhir. Kedepannya akan banyak wawancara seru lainnya, bersama sosok-sosok berikutnya. Sebelum itu, simak dulu yuk wawancara tim KAMIS bersama Azzahra Lamuri berikut ini!
Q: Zahra, boleh perkenalan diri dulu kah? Asalnya dari mana? Background kamu apa?
A: Oke, nama saya Azzahra Lamuri. Kedua orang tua saya berasal dari Aceh, tapi saya lahir dan besar di Jakarta. Aku anak ketiga dari 4 bersaudara, satu-satunya perempuan, Alhamdulillah. Background saya multimedia, yang sebetulnya bisa meng-cover semua media. Aku juga dulunya desainer grafis dan video editor, tapi dulu multimedia di kampusku agak berbeda kurikulumnya. Jadi walaupun multimedia, tapi banyak pelajaran mengenai IT juga. Jadi saya belajar programming, web developing, kita juga kebetulan ada materi game dan VR. Hal itu sih memang bukan masalah buat aku. Karena aku pertama kali programming itu waktu SMP. Jadi sudah sempat belajar otodidak, itu juga karena iseng-iseng waktu lihat Tumblr dulu. Karena aku juga memang orangnya suka “ngulik” sesuatu.
Q: Tapi sebenarnya keluarga kamu ada juga yang backgroundnya IT juga kah yang jadi pendukung kamu?
A: Kalau keluarga aku, bukan keluarga inti ya tapi keluarga besar ya ada yang berasal dari background IT. Tapi kedua orang tuaku itu dokter. Dan sebenarnya mereka mengharapkan aku untuk jadi dokter juga. Waktu itu aku bilang tunggu hasil SNMPTN gimana, kalau aku tidak lolos ya aku mau ke Malaysia saja.
Q: Ceritain dong, kenapa kamu akhirnya memutuskan untuk kuliah di Malaysia?
A: Karena pada dasarnya aku memang mau belajar mandiri. Pengen juga merasakan tinggal sendiri jauh dari orang tua. Awalnya malah aku pengen pergi ke Jepang, karena dulu aku SMA di Labschool, dan di sekolahku dulu itu ternyata ada kerja sama dengan salah satu universitas di Jepang yang bisa memberikan scholarship. Maksimal kuotanya itu kalau tidak salah dua orang. Dan itu kan enak banget, kebetulan yang apply juga tidak banyak. Tapi waktu itu orang tuaku belum mengizinkan. Nanti kalau S2 boleh agak jauh.
Akhirnya aku setuju, lalu bertemu dengan agensi untuk kuliah di Malaysia, lalu dikenalkan dengan Universitas Utara Malaysia ini. Sebagai anak kota, kebetulan aku belum pernah tinggal di hutan, haha…. Dan karena ini tempatnya di perbatasan banget, jadi aku berpikiran boleh nih dicoba. Makanya memutuskan, yaudah deh kalau tidak lulus SNMPTN. Walaupun sebenarnya waktu itu aku diterima di interior design UI melalui SNMPTN. Waktu itu aku pilih FK UI, FK UGM, dan interior design UI. Aku pun mengatur semuanya sendiri.
Ditambah lagi karena di luar, kita pun harus belajar beradaptasi. Itu sebenarnya salah satu langkah yang aku ambil untuk meng-improve diri aku sendiri, sih. Karena dulu aku introver, enggak bisa ngomong, pendiam, sampai akhirnya aku berpikiran tidak bisa kayak gini terus. Tapi kalau aku di lingkungan yang nyaman terus, ya aku enggak bakal berubah.
Q: Nah, selain karena kampusnya, apa yang membuat kamu benar-benar yakin untuk mengambil jurusan multimedia?
A: Random saja sih sebenarnya. Aku tuh termasuk orang yang sering mengikuti insting. Ketika aku melihat, sepertinya ini cocok buat aku. Karena aku termasuk orang yang suka mencoba hal yang baru. Makanya pas melihat multimedia, pasti banyak yang akan dipelajari kan, dan berbeda-beda. Dan bener saja sih, aku diajarkan banyak hal, walaupun sebenarnya bingung aku harus fokus kemana gitu? Haha.
Q: Nah, selama kamu kuliah kan materinya ada dari desain, web developing, ada juga programming, dari dulu kamu tuh lebih condong minatnya kemana sih?
A: Sebenarnya aku penikmat semuanya sih ya. Sampai sekarang pun aku belum tahu mana yang lebih menarik minatku. Ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing sih. Karena untuk programming terus terang, aku cukup banget “nangkep” ya untuk logic-nya, kalau orang lain bilang bahasa programming susah, menurut aku enggak. Karena aku sudah merasakan berbagai bahasa. Jadi aku belajar Java, Javascript, dan lainnya, itu kayak aku sudah pernah mempelajari gitu, walaupun tidak terlalu dalam. Tapi sudah praktek, meskipun mungkin aku hanya edit saja, jadi belum perlu pengetahuan yang dalam.
Tapi di sisi lain, desain juga menarik, apalagi video editing. Waktu aku magang sebelum aku masuk ALTA itu, aku baru tahu ternyata buat video tuh prosesnya kayak gini. Trus sempat ketemu salah satu produser film, dan itu buat aku tertarik sebenarnya sama dunia editing. Tapi enggak tahu ya, mungkin sekarang sekitar aku lagi banyak sekali orang IT, jadi ter-influence. Sekarang lebih condong ke IT lagi.
Q: Nah, selamat 4 tahun tinggal di Malaysia, apa yang paling kamu suka dari negara itu, selain diversity-nya?
A: Culture-nya agak menarik, sih. Agak berbeda dengan Indonesia. Kadang aku melihat mereka itu benar-benar dari tiga ras, tapi ketiga ras itu jarang ada yang tercampur. Dan aku cuma baru ketemu satu orang yang campuran Tiongkok dan India. Dari tampilannya terlihat sangat India, tapi namanya Chinese. Itu pertama kali banget aku melihat orang seperti itu. Sedangkan antara Malaysia dan India atau Malaysia dan Chinese itu jarang banget. Dan kalau di kelas pun, mereka itu otomatis berkelompok. Sedangkan kalau di Indonesia kan kita tercampur, meskipun ada yang dari ras luar, seperti, Chinese, Arab, atau India tapi sudah terasimilasi. Tapi kalau di Malaysia itu sangat terlihat perbedaannya. Jadi, menarik saja sih.
Q: Setelah lulus, gimana akhirnya kamu tahu mengenai Alterra Academy?
A: Sebenarnya karena salah satu temanku sudah ikut batch 2 untuk Quality Engineer. Jadi pas ketika dia daftar, dia langsung info ke aku. Aku juga sempat mencoba untuk di batch yang sama, tapi ternyata aku belum masuk. Jadi pas aku masih menunggu diberikan soal, lalu akhirnya dapat, tapi temanku sudah di pertengahan bulan pertamanya. Jadi kalau tidak salah, waktu batch 2-nya Quality Engineer , bareng sama batch 3-nya Software Engineer.
Jadi aku belum bisa masuk batch itu, aku menunggu saja. Cukup lama sih menunggunya. Bahkan aku sempat ikut Digitalent (Digital Talent Scholarship dari Kemenkominfo) dulu untuk 2 bulan. Jadi pas di Digitalent, aku sudah daftar ALTA batch 4. Tapi antara tes dan wawancara itu jedanya panjang banget sebenarnya. Aku wawancara itu baru pas aku pertengahan Digitalent. Selisihnya pas banget sih sebenarnya haha.
Q: Nah, saat kamu mencari tahu tentang ALTA apa sih yang buat kamu tertarik banget dengan Alterra Academy sampai kamu akhirnya memutuskan untuk daftar?
A: Website-nya, sih. Soalnya pas aku pertama kali melihat website-nya itu, langsung bisa melihat kalau perusahaan ini punya culture yang enak. Lalu, kedua kurikulumnya. Jadi apa saja yang dipelajari itu dicantumkan. Dan pas banget ada beberapa pelajaran yang ingin aku pelajari. Jadi sebenarnya juga sebelum Digitalent, aku belum pernah menyentuh Phyton. Aku kebetulan ingin belajar mengenai Phyton juga. Karena aku dengar Phyton akan booming untuk beberapa tahun ke depan. Jadi aku mikir kayaknya sih menarik, aku belum pernah develop sesuatu dari awal. Biasanya aku menggunakan sebuah platform saja. Mungkin dengan aku ikut bootcamp seperti ini, aku bisa belajar secara lebih dalam lagi.
Q: Jadi kamu kan sudah mengikuti Digitalent dan Alterra Academy, sudah kepikiran untuk cari kerja ke perusahaan mana gitu kah? Atau kamu masih ingin belajar lagi?
A: Aku banyak melamar untuk magang, sih. Karena aku memang mencari yang short term gitu kan. Karena aku sudah berencana untuk melanjutkan studi S2. Tapi sampai saat ini sih aku belum apply lagi. Lalu, aku juga belum mengambil tes IELTS jadi agak susah untuk apply di luar. Dan aku menerima ijazah aku itu telat banget. Aku baru menerima ijazah aku bulan oktober lalu. Jadi aku belum bisa ikut pendaftaran Dikti atau UI. Beberapa universitas yang aku inginkan sudah tutup pendaftarannya.
Q: Waktu itu kelas pertama kamu apa? Kesusahan kah?
A: Algoritma bikin feature dan Phyton dimentor sama Mas Dono dan Mas Faris. Enggak susah sih, karena aku sudah pernah ketemu Phyton sebelumnya, jadi sudah ada bayangan lah. Ya yaudah disuruh ini disuruh itu, sebenarnya aku agak bosan sih. Karena yang dipelajari itu yang sudah pernah aku pelajari semua sejauh ini. Memang yang aku ingin pelajari itu ada di akhir-akhir semua kebanyakan.
Besok hal baru sih, belajar Django. Tapi kalau Phyton, FTL memang sudah lumayan tahu detail untuk basic-nya. Apalagi database tuh aku ada kelasnya di kampus. Mereka benar-benar membahas sampai detail, gimana caranya supaya tidak redundant. Aku juga sudah pernah kena marah karena database-nya redundant haha. Tapi ya masih belum merasakan pengalaman profesionalnya. Enaknya sih di sini tuh pas ngobrol dengan para mentor, karena pas ngobrol dengan mereka tuh “dapet” gitu. Dan mereka pun tidak pelit untuk membagi pengalaman mereka. Aku kan juga tipe yang suka banget dengar cerita orang dan suka diskusi. Aku juga pernah ada komentar tentang tugasnya, waktu itu aku bilang kalau menurut aku ini agak redundant yang akhirnya kita diskusi lagi. Itu jadi menambah pengetahuan banget sih, karena aku belum tahu dari perspektif profesional.
Q: Setelah sudah berjalan beberapa minggu ini, apa ada mentor yang buat kamu lebih excited untuk datang ke kelasnya?
A: Sebenarnya kalau dari mentornya aku paling senang sama Mas Dono dan Mas Faris, sih. Karena mereka cara mengajarkannya enak. Mereka juga bisa mengevaluasi siapa yang perlu dibantu, siapa yang perlu dikasih tantangan. Jadi pas aku kelas pertama, sepertinya mereka melihat kalau aku merasa bosan haha. Akhirnya aku dikasih tantangan sama Mas Dono untuk buat coding seringkas mungkin. Aku soalnya buat coding masih banyak wasted-nya. Pas dikasih tantangan itu, agak susah sih. Tapi pas dapat caranya, baru kayak “oh… bisa ya!.”
Q: Kalau materi yang non-tech, seperti HR atau soft skill ada yang jadi favorit?
A: Kalau favorit, yang tentang feedback culture. Kelasnya sih cuma menjelaskan mengenai feedback culture itu gimana. Gimana kamu memberikan feedback, gimana kamu menerima feedback, dan itu menurut aku sesuatu yang sangat berguna sih. Karena terkadang orang itu lupa. Dan menurut aku juga feedback itu tidak selalu kritik, bisa juga rasa terima kasih dan segala macam. Jadi dari situ aku merasa dapat insight lah.
Kalau untuk soft skill lainnya, psikologi komunikasi, yang katanya manusia dibagi ke dalam empat kelompok. Itu suatu hal yang sudah pernah aku alami langsung. Karena aku merasakan perubahan yang dari awalnya aku seorang introver. Mungkin dulu aku lebih ke analytical, kalau sekarang amiable. Pas aku lihat hasilnya, aku berada di posisi tengah-tengah lah. Dan aku memang bilang waktu ada di kelas itu, semua pesan itu aku ada. Hasilnya juga aku itu masih bisa fleksibel, mungkin itu karena aku masih bisa merubah diri aku. Ya itu berefek sekali sih dengan segala persoalan di hidup. Cara aku melihat dunia pun jadi berbeda.
Q: Berbicara soal bagaimana menerima feedback, kamu sebagai introver pernah merasa kesusahan kah untuk menerima feedback?
A: Aku dari dulu tipe orang yang pemikir, sih. Jadi kalau orang ngomong apa tentang aku, akan aku cerna dulu lama haha. Aku itu suka overthinking, tapi di waktu yang sama masih suka kalau satu orang punya pendapat, aku coba tanya dulu pendapat orang yang lain. Jadi untuk mendapatkan konfirmasi, apakah itu sesuatu yang memang buruk dan harus diperbaiki. Overthinking sih iya, tapi in the end aku selalu ada action-nya. Aku pasti bakal bertanya lagi ke orangnya, gimana cara perbaikinya. Jadi, kesimpulannya aku cukup bisa menerima pendapat orang. Soalnya aku itu sebenarnya mempunyai dua sisi. Satu sisi merasa down, sedangkan sisi lainnya mencari cara gimana supaya bisa terus maju. Sisi itu yang selalu menarik aku untuk keluar.
Q: Kamu masih akan menjalani bootcamp ini untuk beberapa waktu ke depan di Alterra Academy. Kamu punya harapan apa ke diri kamu sendiri dengan mengikuti program ini? Baik dari persona, kemampuan profesional, dan sejenisnya?
A: Aku sih mengharapkan aku bisa mendapatkan semua skill-nya, karena mungkin dengan aku mendapatkan itu semua aku bisa mengembangkan sesuatu sendiri dari awal, dari nol. Itu yang aku inginkan. Aku ingin ada proses dari nol. Karena kalau ditanya orang mimpi aku apa, mimpi aku sebenarnya adalah membuat perusahaan sendiri.
Q: Nah, tapi dari jurusan yang kamu pilih, multimedia dan ada coding juga ya. Selain bisnis, kamu ada kepikiran untuk membuat perusahaan startup yang sesuai dengan skill kamu (multimedia dan coding) kah?
A: Sebenarnya aku kepikiran untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan virtual reality. Karena aku ingin sekali menggali lebih dalam tentang itu sih. Bidangnya menarik dan masih bisa sekali untuk dikembangkan. Sejauh ini aku melihatnya belum berkembang sejauh itu. Dan aku itu sebenarnya sudah buat beberapa teori, bagaimana untuk membuat sebuah real virtual reality, yang benar-benar bisa diaplikasikan. Tapi kalau memang itu mau aku lakukan, hal pertama yang harus dilakukan adalah aku harus jadi researcher dulu karena perlu research yang mendalam. Hal ini juga karena aku ingin membawa conscious seseorang ke dalam dunia virtual. Which is, itu tidak semudah jentikan jari. Karena kalau kita melihat hanya secara virtual, kita cuma butuh Google saja. Kalau kita mau membawa consciousness seseorang berarti kita sudah bermain dengan otak. Jadi, aku perlu expert di bidang itu.
Q: Berbicara soal virtual reality, apakah kamu dari sisi produk memang ingin membuat atau dari segi akademis juga sudah ada rencana?
A: Dari sisi akademis memang aku ada rencana untuk mengambil virtual reality lagi, sih. Dosen aku memang pernah menawarkan aku untuk melanjutkan kuliah di Australia untuk jurusan virtual reality. Nah karena itu aku berpikir, boleh juga sih. Tapi sebenarnya aku masih belum tahu itu akan seberapa berpengaruh terhadap hidup aku untuk prospek ke depannya. Jadi aku masih berpikir sampai sekarang. Kalau orang bertanya apa saja yang aku ingin ambil untuk S2, pertama itu virtual reality. Kedua, UI/UX design atau human computer interaction, dan yang ketiga manajemen.
Q: Terakhir, kamu ada ekspektasi kah dengan Alterra Academy yang sekarang. Ada masukan kah?
A: Sebenarnya dari segi kurikulum masih bisa di-improve lagi. Terkadang aku merasa oke sih tidak dikasih break dari Phyton tapi kadang itu orang harus benar-benar ditempah dulu logikanya, baru diberikan hal lain. Mentornya juga cara mengajarnya enak, menguasai materi, tapi beberapa diantaranya kadang suka terlihat kurang percaya diri. Semoga kedepannya semakin percaya diri dalam hal public speaking, jadi kita lebih semangat lagi belajarnya!
Q: Siap dicatat. Sudah itu saja, sih. Terima kasih ya!
A: Terima kasih juga!