Pertanyaan ini cukup sering terucap dari teman-teman saya ketika berbicara tentang mengejawantahkan sebuah ide ke dalam tulisan. Bahkan, ada yang berpendapat kalau menulis itu pekerjaan hanya untuk mereka yang berbakat di sini.
Tetapi, gais, sebenarnya tidak begitu.
Betul, menulis bukan pekerjaan yang mudah. Tetapi, menulis juga bukanlah sebuah pekerjaan yang sulit. Bisa aja akan terasa begitu ketika seseorang tidak menyenangi aktivitas ini. Percaya deh, kualifikasi utama untuk bisa menulis enggak harus memiliki pendidikan khusus. Saat ini, siapa pun bisa jadi penulis. Bisa dilihat dari para blogger yang memiliki latar belakang berbeda-beda.
Untuk jadi food blogger, kita enggak harus berasal dari lulusan Tata Boga. Untuk jadi penulis novel, kita enggak harus berasal dari lulusan Sastra Indonesia.
Salah satu jenis tulisan yang digemari dan umum ialah artikel. Sebuah tulisan yang berisikan konten-konten informatif dari berbagai macam bidang. Berbeda dengan fiksi yang memiliki teori-teori tertentu lainnya, artikel terfokus bagaimana mengelola ide yang telah dimiliki sehingga sampai di kepala pembaca.
Definisi Artikel
Menurut website Rumpun Nektar, artikel merupakan sebuah karangan yang berisi analisis suatu fenomena alam atau sosial berisikan tentang siapa, apa, di mana, mengapa, dan kapan fenomena tersebut bisa terjadi. Sederhananya, artikel memuat ketentuan 5W+1H dengan tujuan informatif. Bisa juga artikel itu menawarkan solusi a.k.a alternatif pemecahan masalah.
So, how to write the article?
1. Riset dan memahami dasar menulis adalah hal utama
Satu hal yang perlu diketahui, melakukan riset adalah hal paling penting dalam menulis. Serupa tadi, ketika saya mengatakan bahwa menulis tidak mesti harus mengambil pendidikan tinggi.
Tapi, bukan berarti menulis itu enggak pakai ilmu, loh. Menulis itu ada ilmunya. Ada teorinya. Ada tekniknya. Tujuannya agar penyampaian tulisan tidak mentah, tetapi terpoles dengan baik.
Selain itu, riset juga menjadi nyawa dalam sebuah tulisan
Kenapa? Karena misalnya, ketika kalian ingin menulis ulasan makanan dan membahas bumbu-bumbu. Kalian bisa riset dulu, bumbu-bumbu apa yang terkandung dan bagaimana racikannya. Setelah itu baru kalian bisa mengkritik hasilnya. Hati-hati terjebak dalam tulisan kritik yang bahkan tidak terlandaskan dari fakta. Melakukan riset sama artinya dengan menggali atau mencari tahu lebih jauh dan dalam lagi atas topik tulisan. Hal ini membuat tulisan kita terbaca berisi dengan pemahaman masing-masing.
2. Cari tahu gaya menulismu
Pemilihan gaya itu tergantung selera penulis. Mau bersifat seperti berita atau macam artikel kekinian. Tetapi, jangan lupa, pembaca juga punya selera. Ini terkait ke segmentasi pembaca. Kalau ke anak muda atau usia produktif sebelum 30–35 rasanya mereka akrab dengan gaya bahasa yang lebih millenial atau dekat dengan kehidupan.
Hal ini mempengaruhi gaya kepenulisan. Mungkin yang usianya di atas 35 atau 40 mereka cenderung lebih menyenangi gaya menulis berita. Tetapi, enggak bisa dijadikan patokan juga. Bisa saja, apa yang saya sebutkan di atas enggak berlaku. So, yang jelas, setiap gaya menulis pasti memiliki segmen pembacanya sendiri.
3. Ketahui target pembaca
Bila belum ingin menulis di blog sendiri, coba cari tahu portal menulis yang cocok. Hal ini berkaitan dengan kecocokan gaya menulis atau konten yang akan dibagikan. Atau dari portal berita tersebut bisa juga jadi referensi menulis untuk teman-teman. Bisa cek website mojok.co yang punya posisi sudut pandang selaiknya netizen, yakni mengkritisi, atau mungkin menyindir, tetapi tentu dengan solusi. Plus, mereka punya gaya bahasa yang luwes alias tidak kaku. Bisa ditengok di bagian ketentuan menulis, “Tulislah apa yang bisa kamu tulis sembari duduk di toilet selama 5–10 menit.”
Kalau jongkok gimana? Berapa lama? Haha.
Nah, buat para Alterrans, saat ini Alterra udah punya sebuah blog yang bisa kamu gunakan dalam menulis di alterra.id/kamis.
4. Perhatikan konten: sesuaikan gaya tulisan dengan kontennya
Hal ini memang lebih bersifat teknis. Jika konten bersifat persuasif, biasanya ditulis dengan gaya yang lebih serius. Kalau mau ditulis dengan gaya yang luwes, bisa juga. Tetap sebaiknya, jangan sampai terlalu luwes. Konten persuasif berbeda dengan konten berisi informasi, yang mana masih lebih enak dibaca apabila gaya tulisannya luwes.
5. Perhatikan teknis menulis, seperti penggunaan tanda baca dan EYD
Menulis luwes terkadang menyebabkan kita masih menggunakan bahasa mentah yang ada di dalam kepala. Ketiadaaan pengetahuan tentang tanda baca bisa membuat orang salah tafsir terhadap tulisan itu sendiri. Pun dengan EYD. Tujuannya apa? Biar pembaca bisa menikmati tulisan dengan nyaman. Sekaligus memberi edukasi terhadap penulis sendiri dan juga pembaca perihal cara berbahasa yang baik dan benar.
Tetapi, Alterrans enggak usah khawatir mikirin hal ini ketika nulis, karena belajar EYD bisa dilakukan sambil jalan; sambil kamu nulisin ide-ide kamu.
6. Masukkan pesan yang ingin kamu sampaikan di dalam artikel
Sebuah tulisan seperti artikel merupakan wadah untuk kamu menyampaikan sebuah pesan yang lahir di kepalamu. Tulisan laiknya sebuah suara, di mana tulisan tersebut bisa memiliki kekuatan jika kamu benar-benar menyampaikannya dengan baik.
7. Apabila kamu ingin menulis artikel opini, tetaplah berlandaskan juga pada fakta
Apabila ingin membuat artikel opini, bagian opini tentu perlu memiliki komposisi lebih besar. Namun, artikel opini akan lebih bersifat subjektif. Sementara, artikel yang menggunakan fakta sebagai landasan bisa dipandang lebih objektif. Jadi, nanti tergantung tujuan yang teman-teman sudah tentukan saja. Pada intinya, baik berbentuk opini atau tidak, semua tetap perlu punya landasan fakta.
Nah, itu tadi itu tujuh tips menulis dari saya.
Enggak sulit, kok. Intinya, kita hanya perlu tahu bagaimana caranya mengolah ide tulisan, ide yang kita dapatkan melalui lima indra di tubuh ini setiap harinya, lalu tuangkan semua hal tersebut ke dalam sebuah tulisan yang enak dibaca dan bisa dinikmati baik secara makna ataupun tujuan.
Selamat menulis, Alterrans! 🙂