Ketika menulis artikel ini, memori saya melesat jauh ke bulan April 2019. Di mana saya mengikuti kelas Public Speaking untuk karyawan yang diadakan Alterra Indonesia, perusahaan tempat saya bekerja sekarang.
Di kelas tersebut, sesi final yang menjadi ‘gong’ adalah setiap peserta wajib praktik berbicara atau presentasi di depan publik. Dalam hal ini, kepada peserta lain. Hal yang dibicarakan atau dipresentasikan adalah materi yang telah dibuat jauh-jauh hari sebelumnya yang rata-rata temanya tentang pekerjaan masing-masing.
Sebuah Pertanyaan
Di Alterra, saya adalah salah satu tim member Digital Marketing, tepatnya di bawah divisi Product & Marketing. Saya bertanggung jawab untuk aktivitas Digital Marketing yang terkait pembuatan konten untuk channel digital dan juga ASO (App Store Optimization). Bisa ditebak, materi presentasi saya saat kelas Public Speaking, tidak jauh-jauh dari apa yang saya kerjakan tersebut, terutama ASO.
Masih hangat di ingatan, kalimat pembuka yang saya lontarkan saat presentasi saat itu, selain perkenalan nama, adalah:
“Apakah teman-teman di sini sudah tau apa itu Digital Marketing?”
Singkat, padat, jelas, sebagai ice breaker dan penghilang rasa gugup, tentu saja.
Sayangnya, 10-20 detik berlalu, tidak satu pun peserta yang mengangkat tangan menandakan bahwa ia tahu atau minimal pernah dengar, apa itu Digital Marketing. Bingung? Sudah pasti. Sebab, kita sudah masuk di era industri 4.0 yang mana aktivitas Digital Marketing termasuk vital di dalamnya.
Di situ saya menyadari, sebagai profesi yang terbilang “baru” di industri jika dibandingkan dengan profesi seperti Akuntan, Developer, HRD, dsb, profesi Digital Marketer mungkin memang masih awam untuk sebagian orang. Meskipun, sehari-hari, kemungkinan besar mereka sudah terpapar dengan beragam aktivitas yang kami jalankan.
Contoh sederhananya: lagi asik nonton video di Youtube, eh ada iklan video yang nggak bisa diskip. Itulah salah satu aktivitas yang dijalankan oleh tim Digital Marketing dari perusahaan terkait: beriklan di channel digital.
Asumsi Awal: Digital Marketing Lebih Populer untuk Bisnis Model B2C
Hal yang saya sadari lainnya, sekaligus menjadi asumsi pribadi, mungkin karena perusahaan tempat saya bekerja sekarang adalah perusahaan dengan model bisnis B2B (Business to Business). Yang mana artinya, bisnis yang dijalankan berfokus pada penjualan produk, jasa, dan layanan kami untuk perusahaan lainnya. Bukan untuk konsumen langsung yang sifatnya individual.
Dengan model bisnis B2B, konsep ‘door to door’ yang dilakukan tentu akan lebih berhasil mendatangkan banyak leads berkualitas hingga menjadi klien dibandingkan dengan konsep pemasaran secara digital yang saya dan tim lakukan. Dengan kata lain, aktivitas pemasaran secara digital atau digital marketing, memang lebih populer dilakukan di perusahaan yang memiliki model bisnis B2C (Business to Consumer).
Mengapa Demikian?
Sebenarnya, sederhana saja. Proses atau siklus dari mulai awareness sampai jadi sales di B2C, jauh lebih pendek dibandingkan dengan B2B.
Dikutip dari blueatlasmarketing.com, berkaitan dengan pertimbangan dan pengambilan keputusan calon klien dalam menggunakan produk/layanan, dalam B2B:
“With B2B consumers, they’re driven by industry expertise and efficiency. However, B2C shoppers are looking for a fun shopping experience and great deals. B2B purchases are more likely to be driven by logic and rationale, while the B2C purchase tends to be driven by feelings and emotions, from hunger to desire for status.”
“….the timeline for B2B decision-making tends to be longer than for B2C. You’ll need to pay closer attention to the B2B process and make sure that your marketing is designed to nurture your customers along the way. B2C purchases are typically focused on meeting immediate needs, while B2B purchases are aimed at meeting long-term goals.”
Dengan pengambilan keputusan yang membutuhkan waktu lebih lama, serta berdasar pada logika dan rasionalitas, terkesan akan jauh lebih mudah jika penjelasan mengenai produk dan layanan kami kepada calon klien, dilakukan oleh representasi perusahaan dalam hal ini Tim Sales atau Business Development.
Dibanding jika kami harus pasang iklan di Google atau Facebook dengan konten yang sifatnya terbatas. Asumsi saya tersebut juga berangkat dari pengalaman di kantor sebelumnya yang memiliki model bisnis B2C. Di mana, kami dengan “mudah” bisa mendapatkan download, user hingga sales dengan menggunakan Facebook Ads dan Google Ads.
Namun, setelah terjun langsung, menurut saya hal ini tidak sepenuhnya benar. Baik B2B maupun B2C, masing-masing memiliki struggle-nya dan strateginya sendiri dalam aktivitas Digital Marketing. Di Alterra sendiri, aktivitas Digital Marketing bukan lantas malah jadi minim aktivitas dan eksplorasi. Justru, sebaliknya, ruang eksplorasi kami menjadi semakin menarik dan luas, lho. Maka dari itu, melalui artikel ini, saya mau berbagi sedikit tentang strategi Digital Marketing yang sudah kami coba di sepanjang tahun 2019. Simak yuk!
Garis Besar Strategi: Branding dan Performance Marketing
Salah satu hal penting yang dapat menjadi faktor penentu keputusan conversion oleh calon klien adalah reputasi online atau digital dari perusahaan terkait yang melakukan approach. Dalam hal ini, Alterra misalnya.
Dikutip dari Forbes, sebuah studi telah dilakukan di tahun 2018 kepada pemilik bisnis travel di Amerika Serikat dan berbagai belahan dunia, mengenai tren industri yang menjadi fokus mereka sepanjang tahun.
Hasilnya mengungkap bahwa 97% responden mengatakan reputasi online atau digital sangat penting bagi mereka. Dengan kata lain, mereka berusaha menjaga agar bisnis dan produk mereka memiliki jejak digital yang positif dari para pelanggan.
Dalam konsep yang lebih sederhana dan dekat, di zaman sekarang, kita tentunya akan meng-google segala hal, kan? Mulai dari hal yang kita ragukan, kita tidak ketahui jawabannya, kita ingin cek kebenarannya, hingga sekadar iseng belaka. 🙂
Nah, hal tersebut juga berlaku dalam model bisnis B2B. Meski kami sudah memiliki dan mengirim representasi tim yang dapat melakukan pendekatan dan menjelaskan produk atau layanan dengan baik, tetap saja, calon klien akan melakukan validasi lewat dunia digital.
Aktivitas Branding
Nah, dari sanalah, peran kami sebagai Tim Digital Marketing diperlukan: untuk meng-cover segala channel digital yang mungkin akan ditemukan atau diakses oleh calon klien. Cara atau strategi kami meng-cover, terbagi menjadi dua: branding dan performance marketing. Tentu saja, di sini tim kami tidak bekerja sendirian. Kami berdiskusi dan berkolaborasi dengan para Stakeholder, serta Tim Product & Graphic Design agar bisa mewujudkan beragam aktivitas dari sisi branding dan juga performance marketing.
Untuk branding, 4 hal berikut adalah fokus utama kami:
1. Standardisasi Brand
Brand merupakan wajah sekaligus jati diri dari sebuah perusahaan. Agar sebuah brand bisa dikenal dan kuat posisinya di market, maka harus disusun dan dijalankan strateginya sejak dini. Nah, untuk pembuatan modul standardisasi brand dari sisi visual, pemeran utamanya tentu saja adalah Tim Desain Grafis Alterra yang paling kece!
Dari A – Z, Tim Desain Grafis bersama – sama dengan kami di Digital Marketing, merumuskan konsep branding, yang akan dibawa dan digunakan oleh Alterra sebagai sebuah perusahaan B2B yang bergerak di ekosistem billing dan teknologi pembayaran.
Perumusan ini tentunya berlandaskan pada tujuan, nilai-nilai, dan visi misi yang diusung oleh Alterra. Setelah dirumuskan dan disetujui semua pihak, termasuk Stakeholder, Tim Desain Grafis lalu membuat visualisasinya sekaligus menyusunnya menjadi sebuah modul.
Sebagai langkah awal, modul ini kami coba aplikasikan secara konsisten ke internal perusahaan secara menyeluruh. Selain itu, modul ini juga kami informasikan/kirimkan ke mitra-mitra kami agar jika ada aktivitas yang terkait dengan Alterra, segala materi kreatif seperti logo perusahaan, dapat digunakan sesuai dengan aturan brand.
2. Aplikasi/Situs Resmi Perusahaan
Alterra sebagai holding memiliki beberapa produk dan anak perusahaan. Setiap produk dan anak perusahaan, memiliki situs atau aplikasinya masing-masing, tergantung dengan model bisnis yang dijalankan. Salah satu contohnya adalah Alterra Academy yang merupakan program bootcamp gratis dari Alterra untuk setiap individu yang memiliki ketertarikan di dunia IT.
Untuk pembuatan desain situs atau aplikasi, Product Owner, UI/UX, dan Digital Marketing, berkolaborasi membuat konsep konten serta fitur apa saja yang diperlukan pada situs dan aplikasi terkait. Di era yang apa-apa serba di-google seperti sekarang, meskipun konsep bisnis yang dijalankan adalah B2B, sebuah channel digital terutama situs sifatnya sangat penting untuk dibuat.
Dengan adanya situs yang berisi informasi resmi terkait perusahaan dan layanannya, ini akan memperkuat kredibilitas sekaligus langkah awal membangun rekam jejak digital Alterra sebagai perusahaan holding, berbagai produk, dan juga anak perusahaan yang dinaunginya.
3. Ulasan atau Berita Resmi tentang Aktivitas Perusahaan
Tim Digital Marketing juga kerap melakukan peliputan dari setiap event yang diadakan, dihadiri, atau disponsori oleh Alterra. Kebetulan, Alterrans (sebutan untuk karyawan Alterra) sendiri juga cukup banyak yang aktif di komunitas, contohnya Drupal Indonesia dan Komunitas Python Indonesia. Jadi, jalan kami bisa jadi lebih mudah.
Nah, hasil dari peliputan tersebut, kami membuat sebuah artikel formal yang kemudian dipublish menjadi sebuah advertorial ke media online ataupun cetak. Langkah ini juga dilakukan sebagai salah satu aktivitas branding sekaligus membangun kredibilitas Alterra sebagai sebuah brand di channel digital.
4. Akun Resmi Media Sosial
Selain Google, media sosial seperti Instagram, Twitter, sampai Facebook, kerap menjadi sasaran utama orang untuk mencari, menganalisa, hingga memvalidasi sesuatu. Maka dari itulah, mulai dari brand kecil sampai besar, saat ini pasti memiliki akun media sosial resmi masing-masing. Untuk urusan yang satu ini, Social Media Specialist kami adalah jawaranya. 🙂
Selain jadi salah satu channel yang efektif untuk berinteraksi dengan pengguna, media sosial juga merupakan channel yang paling tepat untuk semakin mengukuhkan posisi dan branding Alterra. Dibandingkan dengan situs, informasi atau aktivitas yang dijalankan di media sosial untuk branding bisa lebih fleksibel dan luas ruang eksplorasinya.
5. Blog dan SEO (Organik)
Bagaimana caranya agar ketika orang maupun calon klien mengetik “Alterra”, “Platform Pembayaran Online”, dan kata kunci dengan tema sejenis di Google, lalu situs atau rekam digital kami bisa langsung muncul di page 1 Google? Plus bisa bersaing dengan situs kompetitor?
Ya, betul, menjalankan strategi SEO (Search Engine Optimization) adalah jawabannya. 🙂
Tidak hanya menjalankan SEO pada situs utama, kami juga membuat blog berisi artikel yang sesuai dengan tema situs atau masing-masing bisnis. Salah satu contohnya adalah Blog Sepulsa. Tujuan utamanya selain menyediakan artikel informatif bagi pembaca, juga supaya menjadi ladang traffic ke situs utama yang menjadi bisnis kami: sepulsa.com. Hasilnya yang diharapkan ada dua: brand awareness dan juga sales.
Dua tahun belakangan, kami juga mencoba menghubungkan blog kami ke layanan Google AdSense. Hasil pendapatannya saat ini terbilang cukup fantastis, lho! Psst, kalau kamu penasaran berapa angkanya, kamu bisa tanya-tanya ke kami di [email protected].
Sekalian, SEO Specialist kami pasti bersedia kasih tips optimisasi situs buat kamu yang juga lagi menjalankan AdSense. 🙂
Aktivitas Performance Marketing
Kalau tadi adalah soal strategi organik atau yang-bisa-mengeluarkan-biaya-bisa-juga-tidak, lain halnya dengan performance marketing. Dalam menjalankan strategi ini, kami memang perlu mengeluarkan biaya atau bujet khusus, baik itu untuk Facebook dan Social Media Ads, ataupun Google Ads. Namun, baik branding atau performance marketing, sifatnya saling melengkapi, tidak berjalan terpisah atau sendiri-sendiri. Apa yang kami bangun di branding, kami promote atau distribusikan juga melalui performance marketing.
Berbeda dengan perusahaan bermodel bisnis B2C, di Alterra, kami nggak jor-joran menggelontorkan bujet untuk digital ads. Sebab, kami tahu, leads yang kami bawa harus potensial dan berkualitas.
Di sini, kami lebih selektif dalam menjalankan ads, terutama targeting-nya. Nggak lagi menyasar target yang luas, kami memilih untuk menspesifikan target sampai sedetail-detailnya, sesuai dengan jenis bisnis atau produk B2B yang ingin kami pasarkan. Apa saja yang kami coba? Standar, yaitu:
1. Facebook dan Social Media Ads
Untuk persoalan targeting audience yang detail dan lengkap, Facebook adalah favorit kami untuk nge-ads. Baik objektifnya awareness, consideration, ataupun conversion. Kami juga mencoba social media ads, dalam hal ini Instagram, untuk menge-boost beberapa postingan yang dirasa menarik oleh Social Media Specialist kami agar meningkatkan engagement dan juga followers. Berbagai skenario A/B testing, baik dari sisi landing page, ataupun custom audience kerap kami jalankan untuk mengoptimisasi ads di Facebook. Selain itu, tentu saja, agar mendapat cost termurah.
2. Google Ads
Untuk Google Ads, kami pernah mencoba mobile app install ads dan SEM untuk salah satu produk kami yang menyasar end consumer atau pengguna langsung. Namun, sependek percobaan kami, hasil untuk mobile app install cukup jauh dari yang diharapkan jika dibandingkan dengan SEM dan Facebook Install. Terutama dari segi retention. Memang, sangat banyak faktor yang berpengaruh pada retention. Terlalu dini kalau harus menilainya sekadar dari channel mana users tersebut didatangkan. Maka dari itu, kami masih semangat untuk terus belajar dan mengeksplorasi ini jika ada kesempatan lagi nanti.
Bagaimana Strategi Kami untuk 2020?
Karena efektif baru berjalan kurang dari satu tahun, di tahun 2020, kami masih akan mencoba strategi yang sama. Tentunya dengan langkah eksplorasi yang lebih detail dan mendalam.
Kami juga berusaha untuk terus mengikuti perkembangan tren Digital Marketing di tahun 2020. Yang konon katanya, di tahun ini, salah satu trennya: akan menjadi era dari berjayanya voice search dan juga Podcast.
Tidak semua yang diprediksi akan menjadi tren, akan kami olah. Tapi, jika itu dirasa sesuai dengan objektif bisnis Alterra dan worth to try, kenapa enggak? 🙂